NEW DELHI – Sedikitnya tujuh orang tewas dan sekira 150 lainnya cedera dalam bentrokan antara kelompok-kelompok yang saling berseberangan di Ibu Kota India, New Delhi. Seorang pejabat kepolisian mengatakan insiden ini merupakan kerusuhan paling berdarah di New Delhi sejak demonstrasi memprotes undang-undang kewarganegaraan baru dimulai lebih dari dua bulan lalu.
"Tujuh orang, termasuk satu kepala polisi Delhi, telah meninggal," kata Anil Mittal, seorang perwira polisi kepada Reuters. Selasa (25/2/2020). Dia menambahkan sekitar 150 orang terluka dalam kekerasan yang terjadi pada Senin, 24 Februari 2020, itu.
Bentrokan pecah di distrik timur laut New Delhi antara ribuan orang yang berdemonstrasi untuk dan menentang undang-undang kewarganegaraan baru. Polisi menggunakan gas air mata dan granat asap, tetapi berjuang untuk membubarkan kerumunan pelempar batu yang merobohkan barikade logam dan membakar kendaraan dan sebuah pompa bensin.
"Beberapa orang yang didatangkan menderita luka tembak," kata Dr Rajesh Kalra, pengawas medis tambahan di Rumah Sakit Guru Teg Bahadur di New Delhi.
Ketegangan di beberapa bagian kota tetap tinggi pada Selasa dengan sekolah-sekolah di beberapa daerah tetap tutup di tengah laporan tentang kemungkinan terjadinya bentrokan baru. Sedikitnya lima stasiun kereta bawah tanah di kota ditutup.
BACA JUGA: Trump Berkunjung, India Sembunyikan Daerah Kumuh
Pada konferensi pers pada Selasa pagi, Kepala Menteri Delhi Arvind Kejriwal mengimbau masyarakat untuk menjaga perdamaian, "Apa pun masalah yang orang dapat selesaikan secara damai," katanya. "Kekerasan tidak akan membantu menemukan solusi."
Kekerasan pada Senin dimulai tepat saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memulai kunjungan pertamanya ke India. Trump dan Perdana Menteri (PM) Narendra Modi akan bertemu untuk mengadakan pembicaraan pada Selasa di tempat yang terletak beberapa kilometer dari tempat bentrokan terjadi.
(Rahman Asmardika)