HAN 2020, Mengintip Kehidupan Anak-Anak Terjangkit HIV/AIDS

Bramantyo, Jurnalis
Kamis 23 Juli 2020 12:27 WIB
Menengok kehidupan anak-anak penderita HIV/AIDS di Solo. Foto: Bramantyo-Okezone
Share :

SOLO - Putri (7) terlihat tengah bermain manja dengan seorang pria yang lengannya penuh tato, yaitu Krisna.

Meski kulit Krisna penuh gambar, namun putri terlihat tak takut. Malah sebaliknya, gadis mungil yang ditemukan di tengah hutan Purwodadi tersebut terlihat asyik bermain dengan lelaki itu.

Di ruang dalam rumah yang berada di lingkungan Taman Makam Pahlawan, anak-anak bermain dan bercanda riuh dengan kegembiraan. Melihat kedatangan Okezone, Krisna pun menyudahi permainan dengan putri.

Dengan ramah, Krisna mengajak Okezone duduk di bawah pohon rindang yang ada di halaman di Yayasan Lentera.

Baca Juga:  Hari Anak Nasional, Siswa Mencari Sinyal Internet di Kebun Pisang untuk Belajar Online

Yayasan Lentera sendiri merupakan yayasan yang mengurusi anak-anak penderita HIV/AIDS. Yayasan ini didirikan oleh seorang juru parkir bernama Puger Mulyono pada 2013.

 

Sejak didirikan, layanan sosial itu menampung 34 orang anak yang mayoritas terkena virus HIV/AIDS. Mayoritas anak-anak itu merupakan yang didapati terlantar dan tak memiliki orangtua alias yatim piatu, salah satunya Putri.

Putri ditemukan di hutan yang ada di daerah Purwodadi. Saat ditemukan, ia hanya tinggal bersama neneknya. Dan karena tak ada yang mengurus, Putri pun terkena stanting. Badannya begitu kurus dan tak terawat. Ironisnya, Putri termasuk anak terjangkit HIV/AIDS .

"Di yayasan ini ada 34 orang anak, 17 anak sudah bersekolah. Ada yang duduk di bangku sekolah dasar, ada yang di SMP dan ada yang ikut kejar paket," papar Krisna.

Baca Juga: Hari Anak Nasional, Potret Siswa Numpang Wifi di Kelurahan untuk Belajar Online

Menurut Krisna, perjuangan mendirikan yayasan yang menampung anak-anak terjangkit virus HIV/AIDS tidaklah begitu mudah.

Cemooh dan aksi penolakan kerap mereka terima. Bahkan keberadaan mereka di sekolah umum pun kadang tak sepenuhnya diterima. Hingga puncaknya, anak-anak itu pernah diusir dari sekolah dimana mereka menimba ilmu.

"Itu cerita lama. Tapi kalau mengingat semua itu, saya pribadi merasa kasihan. Mereka ini juga berhak hidup. Mereka berhak mewujudkan mimpi-mimpi yang mereka punya. Dan negara wajib mewujudkan mimpi mereka," terangnya.

Membangun mental anak-anak ini, diakui oleh Krisna, tidaklah mudah. Mereka harus terus didukung agar tidak minder atau malu.

Pelan namun pasti, anak-anak ini, ungkap Krisna, bisa kembali bangkit. Mereka akhirnya mau kembali bersekolah.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya