“Harus ada treatment yang equal antara telekomunikasi dan penyiaran ketika penyiaran sudah menjalankan analog switch off (ASO),” tegasnya.
Senada dengan Hardly, Staf Menteri Komunikasi dan Informatika Henry Subiakto yang juga hadir dalam diskusi tersebut menegaskan, bahwa pengawasan di media baru juga harus diperhatikan.
“Bagaimana pun juga masa depan anak cucu kita tergantung pada pengawasan konten di ranah internet yang sampai saat ini belum ada pengaturannya,”ujarnya.
Henry menjelaskan tentang perencanaan pemerintah dalam merealisasikan penyiaran digital. Terlambatnya Indonesia melakukan digitalisasi penyiaran ternyata telah menghilangkan potensi pemasukan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). “Negara kehilangan potensi pendapatan hingga sepuluh triliun per bulan lantaran tertundanya digitalisasi ini,” kata dia.
Seharusnya, kata Henry, dalam Omnibus Law tentang penyiaran hanya mengatur soal ASO saja. Mengingat Mahkamah Agung memang memerintahkan pelaksanaan digitalisasi hanya dapat dilakukan jika ada landasan hukum dalam Undang-Undang. Sedangkan kalau berharap pengaturan ASO melalui RUU Penyiaran, dibutuhkan waktu yang lebih panjang lantaran RUU tersebut dihapus dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020.