Dibayar Pakai Sampah, Cara Unik Anak di Malang Belajar Saat Pandemi Covid-19

Avirista Midaada, Jurnalis
Sabtu 22 Agustus 2020 16:13 WIB
Anak-anak digubuk lereng busu membayar pakai sampah dan belajar berkreasi (foto: Avirista/Okezone)
Share :

MALANG – Keterbasan sinyal dan ketiadaan gawai membuat pembelajaran daring di Dusun Busu, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, sulit dilakukan saat masa pandemi Covid-19. Hal ini pula yang membuat sejumlah pemuda berinovasi membantu pembelajaran para siswa di gubuk baca yang notabene merupakan rumah - rumah warga.

Di gubuk baca yang dinamakan Gubuk Baca Lereng Busu ini puluhan anak - anak dari tingkat PAUD hingga SMA belajar di beberapa rumah warga yang disulap menjadi ruangan kelas dadakan.

Menariknya para siswa tersebut selain belajar mengajar pelajaran biasa, juga diajarkan berbagai ketrampilan kerajinan tangan, kesenian, dan pembayarannya menggunakan sampah plastik dari rumah masing – masing. Hasil penjualan olahan sampah plastik inilah yang dijadikan operasional keseharian Gubuk Baca Lereng Busu ini.

Setiap harinya tak kurang 60 anak dari beragam tingkat mulai PAUD, TK, hingga SMP iberikan pembelajaran oleh para pemuda dusun setempat yang sedang menempuh pendidikan perkuliahan. Tak hanya mata pelajaran formal saja, anak – anak ini juga diajarkan beragam ketrampilan, mulai dari menari, menyulam kain, hingga mengolah beragam sampah – sampah plastik untuk dijadikan barang yang berdaya jual.

Pengelola Gubuk Baca Lereng Busu Kusnadi Abit mengungkapkan bila program mengajar gubuk bacanya ini sebenarnya sudah berjalan beberapa tahun, tepatnya sejak tahun 2017. Namun adanya pandemi corona membuat permintaan para orang tua siswa meningkat.

 

“Kebanyakan orang tua siswa – siswa itu meminta saya mengajarkannya, daripada di rumah mereka belajar sendiri, orang tua susah ngawasi, kalau disini kan ada yang ngawasi jadi anak - anak ini nggak keluyuran,” ucap pria yang akrab disapa Cak Kus ini, ditemui pada Sabtu (22/8/2020).

Ia menambahkan mayoritas orang tua siswa yang bermatapencaharian sebagai petani dan peternak sapi mengharuskan keluar rumah, sehingga pengawasan kepada anak – anaknya menjadi kurang. Terlebih saat pembelajaran daring digaungkan akibat pandemi corona, para orang tua sulit mengawasi dan membimbing.

“Banyak anak yang kadang keluyuran (keluar kemana – mana) tidak terarah, akhirnya orang tua minta anak-anaknya dititipin sini. Ya akhirnya kita jalan lagi meski awal – awal pandemi itu sempat vakum beberapa saat,” ujar Kusnadi.

Namun kendala sinyal membuat siswa – siswa tak bisa belajar maksimal di rumah masing – masing. Hal ini yang membuat para guru memilih mendatangi gubuk baca setiap hari Selasa dan Jumat dengan satu ruangan maksimal 10 anak. Namun belakangan pembelajaran tatap muka tersebut ditiadakan, karena adanya larangan sehingga guru takut bila dikatakan melanggar.

“Memang kendalanya sinyal jadi gurunya agak susah, jadi gurunya datang ke sini gak semua, satu ruangan 10 anak biasanya Selasa dan Jumat, tapi karena ada aturan pemerintah tidak boleh tatap muka. Jadi guru ya takut,” paparnya.

Kini lanjut Cak Kus, hampir tiap hari ada rutinitas belajar di gubuk sederhana-nya yang disulap menjadi ruangan belajar. Dengan tetap memakai masker dan menjaga jarak, pembelajaran layaknya sekolah dilakukan setiap hari Senin – Sabtu, sedangkan saat malam harinya para siswa biasanya les.

“Setiap hari mulai Senin sampai Sabtu itu rutinitas belajar mengajar kayak di sekolah. Ada pelajaran Bahasa Indonesia, ada matematika, kayak pelajaran formal. Kalau Minggu pagi kita namakan Minggu ceria, adik – adik biasanya belajar nari, menyulam, mengolah limbah sampah, pokoknya prakarya,” terang Cak Kus.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya