INGGRIS - Pengadilan Chester Crown memutuskan anak jutawan, 19, dinyatakan bersalah membunuh anak sekolah, 15. Pembunuhan ini dilakukan terkait dengan perselingkuhan rahasia gay mereka.
Pembunuhan ini digambarkan sebagai serangan ganas dan tanpa ampun. Pelaku Matthew Mason, 19, diketahui anak petani yang kaya raya.
Hakim Everett mengatakan Mason akan dijatuhi hukuman pada 25 Januari mendatang.
“Anda dihukum karena bukti yang sangat banyak,” terangnya.
“Anda menjalankan persidangan ini selama mungkin dengan harapan Anda bisa menyelinap dari hukuman pembunuhan,” jelasnya.
Mason diketahui membujuk Alex Rodda, 15, ke hutan terpencil dekat desa Ashley di Cheshire dengan janji berhubungan seks sebelum memukulinya sampai mati dengan kunci inggris.
Pengadilan mengungkapkan Mason diketahui telah terlibat dalam hubungan seksual intim dengan Alex. Namun Alex diduga mengancam akan mengungkap perselingkuhan mereka setelah mengetahui Mason telah berkencan dengan seorang gadis selama dua tahun.
Seminggu sebelum pembunuhan, Mason melakukan pencarian tentang hal yang cukup aneh di internet. Seperti “apa yang akan terjadi jika Anda menendang seseorang menuruni tangga”, “racun sehari-hari” dan “Misteri kematian orang hilang yang belum terpecahkan di Cheshire”.
Jenazah Alex yang setengah telanjang ditemukan pengumpul sampah pada 13 Desember 2019. Kepala dan tubuhnya setidaknya mengalami 15 pukulan.
Mason mengaku memukul Alex dengan kunci inggris tetapi membantah pembunuhan. Dia beralasan membela diri dan telah kehilangan kendali setelah diprovokasi.
Mason mengatakan kepada pengadilan dia tidak percaya teman-temannya akan menerimanya jika dia gay atau biseksual.
Alex telah menghubungi pacar Mason saat itu, Caitlyn Lancashire, pada November 2019 dan mengatakan kepadanya dia telah mengirim pesan “genit” dan gambar serta video eksplisit.
Mason membantah tuduhan tersebut kepada pacarnya, tetapi mulai melakukan pembayaran ke rekening bank Alex pada waktu yang hampir bersamaan.
Pada saat Alex tewas, Mason telah mentransfer lebih dari 2.200 poundsterling (Rp41,5 juta).
Jaksa Ian Unsworth QC mengatakan pada 12 Desember 2019, Mason menjemput Alex dari luar rumahnya dan membawanya ke daerah hutan terpencil di luar Ashley, dekat Altrincham.
Di sinilah, Mason memukuli Alex sampai mati dengan kunci logam besar. Serangan ini disebut serangan kekerasan dan berulang.
Mason tinggal bersama mayat Alex selama sekitar satu jam sebelum meninggalkan daerah. Dia pun pergi ke rumah teman untuk membersihkan dirinya sendiri.
Dia kemudian pergi ke dua pub berbeda. Melalui rekaman CCTV terlihat dia minum-minum dengan teman-temannya dan mengirim foto selfie Snapchat ke teman-temannya sambil tersenyum.
Sekitar pukul 02.00 pagi waktu setempat, Mason kembali ke tempat terpencil itu dan berusaha memindahkan mayat Alex dengan menyeretnya dari hutan. Setelah menggeret mayat Alex sejauh 20 meter, dia pun menyerah dan pulang.
Sementara itu, ibu Alex sangat khawatir karena Alex tidak kunjung pulang dan tidak bisa dihubungi.
Dia mencoba menelepon sejumlah temannya. Teman-temannya ini memberitahunya tentang kedekatan Alex dengan Mason. Lalu dia menghubungi Mason sebelum melaporkan putranya hilang ke polisi.
Namun panggilan ini tidak dijawab Mason karena Mason sedang berada di tempat kejadian.
Mason mengatakan dia telah membawa kunci pas itu karena dia merasa terintimidasi oleh Alex dan bermaksud menggunakannya untuk menakut-nakuti dia.
Bukti menunjukkan Alex telah dipukul setidaknya 15 kali dalam apa yang digambarkan oleh penuntut sebagai serangan brutal. Mason ditangkap keesokan harinya setelah mayat Alex ditemuka
Mason mengeringkan darah di tangan dan jari-jarinya. Di dalam bagasi mobilnya ada kantong sampah dengan bulu hijau bernoda darah, kunci pas, dan jaket Alex yang besa
“Mason sedang memikirkan pembunuhan saat dia mengantar Alex ke kematiannya dengan dalih aktivitas seksual,” ungkap Detektif Inspektur Nigel Rei
“Dia memilih tempat terpencil untuk membunuhnya dengan darah dingin, tempat yang dia yakini tidak akan terlihat dan kejahatannya tidak terdeteksi,” jelasny
Sementara itu keluarga Alex pun merasa lega dengan putusan pengadilan itu. “Kami tidak pernah menemukan orang yang lebih egois, dingin, dan penuh perhitungan,” terang keluarga Ale
“'Itu sangat sulit, terutama karena kami sekeluarga tahu bahwa banyak hal yang dikatakan tidak akan datang dari Alex jadi itu sangat sulit, tetapi , pada akhirnya, itu adalah proses yang harus kami lalui dan mudah-mudahan - itu tidak akan mengembalikan Alex - tetapi sekarang kami berada dalam posisi di mana kami dapat mulai berpikir positif untuk terus maju dalam hidup kami,” terang ayah Ale
“Anda tidak akan percaya betapa lega kami,” ujarny
“Kami tidak akan menerima yang lain, kami akan putus asa jika ada putusan lain yang diberikan. Kami berdoa dan kami jelas senang bahwa keadilan telah ditegakkan,” tegasnya.
(Susi Susanti)