JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana akan memperluas pancarian aset kasus korupsi PT Asabri hingga luar negeri. Upaya itu, dilakukan dalam rangka mengembalikkan kerugian negara atas kasus megakorupsi tersebut.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menyatakan bahwa hingga saat ini aset yang berhasil disita belum sepenuhnya bisa menutupi kerugian negara yang telah tercatat.
"Sampai saat ini belum, setengahnya belum. makannya anak-anak masih kerja keras untuk bisa bagaimana caranya untuk bisa mengembalikkan," kata Febrie saat ditemui di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (22/3/2021) malam.
Baca Juga: Kejagung Terjunkan Tim Cari & Sita Aset Milik Benny Tjokro, dari Mal hingga Tanah 1.000 Hektare
Oleh karena itu, kata dia, hingga saat ini timnya akan terus bekerja keras untuk mengindentifikasi aset-aset tersebut. Proses pencarian aset ini tidak hanya dilakukan di dalam negeri saja, tapi juga di luar negeri.
Baca Juga: Kejagung: Nilai Sitaan Aset Asabri Belum Setengah dari Kerugian Negara
Kendati demikian, Febrie menyebut kendala pencarian aset di luar negeri juga pihaknya harus menghormati prosedural hukum negara lain. Ia menjelaskan, negara lain baru bisa membuka akses tersebut apabila kasus PT. Asabri ini sudah memiliki putusan dari pengadilan.
Dengan begitu, katanya, Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Treaty on Mutual Legal Assistance (MLA) bisa dilaksanakan sesegara mungkin. "Sehingga teman penyidik bisa langsung berangkat, terutama Singapura yang bisa diprioritaskan dulu yang awalnya memang sejak di Jiwasraya sudah diteliti anak-anak," ujar dia.
Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan delapan orang tersangka dalam tindak pidana korupsi PT. Asabri. Para tersangka diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp23,7 triliun lebih.
"Kerugian negaranya hingga saat ini masih dalam penghitungan BPK. Namun, sementara yang ditaksir penyidik mencapai Rp23.739.936.916.742,58," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Kejagung, beberapa waktu lalu.
(Sazili Mustofa)