Sebanyak 20% dokter, 25% perawat, dan 50% apoteker adalah orang Arab Israel.
Tetapi identitas nasional bersama yang merangkum warga Arab dan Yahudi Israel sulit dideteksi.
Contohnya, militer memainkan peran sentral dalam masyarakat di Israel, dan bagi warga Yahudi ikut dinas militer merupakan kewajiban.
Adapun orang Arab dibebaskan dari perekrutan itu.
Diskriminasi
Orang Arab Israel mengaku telah menjadi korban diskriminasi sistemik di negeri mereka sendiri, dan pandangan itu dibenarkan oleh sejumlah organisasi internasional pembela hak asasi manusia.
Amnesty International menyatakan bahwa Israel menerapkan diskriminasi yang dilembagakan atas orang Palestina yang tinggal di Israel.
Menurut suatu laporan yang diterbitkan April 2021 oleh Human Rights Watch, otoritas Israel menjalankan praktik apartheid, kejahatan atas kemanusiaan, baik terhadap orang Palestina di Israel maupun mereka yang hidup di bawah pendudukan Israel di Tepi Barat dan Gaza.
Kementerian Luar Negeri Israel membantah laporan itu "tidak masuk akal dan salah."
Orang Arab Israel menyatakan bahwa pemerintah sudah sejak lama dikenal merebut lahan punya mereka sekaligus mendiskriminasi mereka secara sistematis dalam alokasi anggaran negara.
Undang-undang yang diterapkan kepada masing-masing kelompok masyarakat di negara itu pun berbeda.
'Warga Kelas Dua'
Contohnya, undang-undang di Israel yang mengatur kewarganegaraan selama ini lebih memprioritaskan orang-orang Yahudi. Mereka bisa otomatis mendapat paspor Israel, terlepas dari mana mereka berasal. Sebaliknya, orang Palestina beserta anak-anak mereka tidak mendapat hak itu.
Pada 2018, parlemen Israel mengesahkan "undang-undang negara-bangsa" yang kontroversial. UU ini menghapus status bahasa Arab sebagai bahasa resmi - di samping bahasa Ibrani - dan mencanangkan hak penentuan nasib sendiri "untuk orang-orang Yahudi."
Ayman Odeh, anggota parlemen Arab Israel, mengatakan bahwa saat itu telah disahkan undang-undang "supremasi Yahudi", dengan menyatakan bahwa orang Arab Israel akan selalu menjadi "warga kelas dua."
Sedangkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menjanjikan penegakan hak-hak sipil, namun juga mengatakan bahwa "mayoritas yang menentukan."
(Rahman Asmardika)