BELARUSIA - Presiden Belarusia Alexander Lukashenko menuduh pihak yang mengkritik negaya sedang mencoba "mencekik". Hal ini diungkapkannya sejak pemaksaan pendaratan pesawat Ryanair di ibu kota Minsk untuk menangkap seorang wartawan.
Lukashenko menyatakan ia menanggapi ancaman bom yang berasal dari Swiss, namun pemerintah Swiss tak mengetahui ada ancaman.
Ia juga mengatakan wartawan yang ditangkap - dalam penerbangan dari Yunani ke Lithuania - merencanakan pemberontakan.
Rusia mengatakan tak meragukan pernyataan Lukashenko namun banyak negara menyebut tindakan itu pembajakan negara.
Seorang pilot dalam wawancara dengan BBC mengatakan keputusan Belarus untuk memaksa pesawat penumpang mendarat "benar-benar gegabah".
"Jika pesawat militer mencegat kita dan memberikan perintah kepada kita, kita harus mematuhinya," kata pilot itu.
Belarus mengerahkan pesawat tempur untuk memaksa pesawat penumpang Ryanair beralih haluan.
Semula pesawat itu terbang dari Yunani menuju Lithuania tetapi dipaksa mendarat di Minsk, Belarus pada Minggu (23/05) dengan dalih ada bom di dalam pesawat. Pada kenyataannya tidak ditemukan bom di pesawat itu.
(Baca juga: Pria yang Tembak 8 Rekan Kerja di San Jose Juga Tewas)
Polisi Belarusia kemudian menggiring wartawan pendukung oposisi, Roman Protasevich, keluar dari pesawat sesudah pesawat mendarat di ibu kota Belarusia.
Bandara tersebut tidak masuk dalam rencana rute penerbangan pesawat Ryanair.
Mereka yang berkecimpung di penerbangan menyebut peristiwa itu sebagai "insiden diplomatik yang besar", begitu seriusnya sehingga sejumlah sumber mengaku belum pernah mengetahui ada insiden serupa sebelumnya.
Ketika pesawat terbang di wilayah udara internasional, pesawat itu mengikuti negara di mana pesawat didaftarkan.
Dalam kasus ini, Ryanair diketahui didaftarkan di Polandia sebagai "Ryanair Sun", anak perusahaan maskapai penerbangan Irlandia. Ketika pesawat terbang di mana pun posisinya, pesawat itu tetap ikut negara Polandia.
(Baca juga: Seorang Pria Tembak 8 Rekan Kerja hingga Tewas di San Jose)
"Untuk mengintervensi pesawat yang sedang terbang adalah insiden diplomatik yang melibatkan negara tempat pendaftaran pesawat," terang seorang sumber di industri penerbangan.
Seorang pilot menambahkan "ini adalah pelanggaran besar terhadap begitu banyak perjanjian internasional".
Hukum internasional yang mengizinkan pesawat terbang di atas wilayah negara-negara lain tanpa perlu mendarat adalah "First Freedom of the Air" dan kebebasan di udara ini penting untuk memungkinkan penumpang dan lalu lintas bergerak dari satu negara ke negara lain.
Keputusan Belarus untuk menyergap pesawat penumpang di udara dan memaksanya mendarat di negara ketiga melanggar undang-undang itu.
Karena alasan itulah bos Ryanair, Michael O'Leary, menyebut insiden itu sebagai "pembajakan yang disponsori negara".
Tetapi Belarusia belum menandatangani Perjanjian Transit Layanan Udara Internasional yang mencakup "First Freedom of the Air" dan sejumlah peraturan lainnya.