"Mayoritas tidak percaya bahwa Covid itu ada,” ujarnya.
Pascuala mengatakan pihak berwenang terlalu mudah menyerah terhadap orang-orang yang menolak yang divaksinasi di desa.
Ini bukan hanya masalah di Meksiko atau di Amerika Latin, ini terjadi di seluruh dunia.
Di Nigeria utara pada awal 2000-an dan kemudian di beberapa bagian Pakistan, ketidakpercayaan terhadap pihak berwenang menyebabkan boikot terhadap vaksin polio.
Beberapa komunitas ini percaya informasi bohong bahwa vaksin dikirim oleh AS sebagai bagian dari "Perang Melawan Teror", untuk menyebabkan infertilitas dan mengurangi populasi Muslim mereka.
"Ada lahan subur untuk rumor dan informasi yang salah, di tempat yang sudah kurang percaya pada pihak berwenang dan bahkan mungkin pada sains," kata Lisa Menning, ilmuwan sosial di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meneliti hambatan dalam vaksinasi.
"Ada kesenjangan informasi dan mungkin kampanye komunikasi yang dirancang dengan buruk, yang menargetkan komunitas ini secara historis,” ungkapnya.
"Ini adalah biner yang keliru untuk melihat suplai dan permintaan sebagai hal yang terpisah," terangnya.
Dia merujuk ke AS, dengan jajak pendapat bulan Maret menunjukkan komunitas kulit berwarna juga ragu untuk divaksinasi, sampai pihak berwenang melakukan upaya besar untuk membuat vaksinasi mudah diakses.
Tingkat vaksinasi di komunitas sekarang jauh lebih tinggi.
"Akses yang nyaman dan terjangkau ke layanan yang baik, dengan petugas kesehatan yang terlatih dan mampu merespons dengan kepedulian- itulah yang membuat perbedaan,” lanjutnya.
“Ini tidak bisa menjadi pendekatan top-down (atas ke bawah),” ujarnya.