Kerusakan kawasan situs Trowulan menurut Yunus Satrio Atmojo mencapai sekitar 6,2 ha per tahun, yaitu berupa tanah di sekitar situs yang dimanfaatkan untuk pembuatan bata (Rinaldi 2009).
Saat itu, kurang lebih 5.000 kepala keluarga bermata pencaharian dari pembuatan bata. Akibat dari kegiatan tersebut sepertiga situs rusak (NAL 2008). Dari luas 99 km2, pemerintah hanya menguasai lahan seluas 57,225 m2. Di luar lahan tersebut pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa.
(Qur'anul Hidayat)