Sekolah-sekolah di berbagai penjuru negara itu telah ditutup selama setahun terakhir untuk mengekang penyebaran Covid-19. Sayangnya, kelas-kelas daring yang kini disediakan banyak sekolah kurang memadai dan bahkan tidak terjangkau oleh banyak keluarga miskin. Walhasil, menurut perhitungan UNICEF, pendidikan hampir 247 juta anak-anak India dari 1,5 juta sekolah terancam.
Bagi anak-anak di daerah kumuh, yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah reguler sebelum pandemi situasinya lebih memprihatinkan. Keluarga mereka seringkali terlalu miskin untuk membeli ponsel atau perangkat lain yang diperlukan untuk belajar daring.
Data dari Laporan Status Pendidikan Tahunan terbaru India menunjukkan bahwa angka putus sekolah nasional telah meningkat menjadi 5,5 persen dari 4 persen selama setahun terakhir.
“Sangat sulit untuk membuat orang-orang memahami pentingnya pendidikan sehingga kami harus membujuk keluarga mereka terlebih dahulu. Kami harus membangun kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka,” kata Marlo Philip, pendiri TejasAsia.
"Dibutuhkan sekitar enam bulan untuk membangun program kami di satu lokasi," lanjutnya.
Organisasi itu sebetulnya ingin memperluas jangkauannya ke sepuluh lokasi lagi di negara-negara bagian yang berbeda. Namun, rencana ini tertunda karena dana dan sumber dayanya telah dialihkan untuk kepentingan lain selama pandemi.
Program “Bus Harapan” telah menjangkau hampir 400 anak di New Delhi dan daerah sekitarnya.
Mumtaz Begum, yang tinggal di kawasan kumuh di utara New Delhi utara, mengatakan pengetahuan kedua putrinya telah meningkat pesat setelah mereka mulai bersekolah di salah satu bus itu. “Kami ingin anak-anak kami belajar dan tumbuh,” katanya.
Azmira yang telah belajar di salah satu bus keliling selama empat tahun, duduk di dalam bus dengan mengenakan masker.
"Kami semua sangat suka datang ke sini dan belajar. Guru-gurunya sangat baik,” terang bocah perempuan berusia sepuluh tahun itu kepada Reuters.
(Susi Susanti)