Janji Taliban, Hak-Hak Perempuan Afghanistan Dilindungi dalam Hukum Syariah Islam

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Kamis 19 Agustus 2021 06:01 WIB
Perempuan dan anak-anak Afghanistan. (Foto: Reuters)
Share :

Payvand Seyed Ali kini bekerja sebagai konsultan pendidikan di Kabul, tempat dia bermukim dan bekerja selama 10 tahun. Predikatnya adalah penasihat senior bagi Komite Swedia untuk Afghanistan, sekaligus memimpin lembaga pendidikan terbesar pemerintah Inggris di Afghanistan, GEC. 

"Saya pikir tidak berguna mengira-ngira atau punya ekspektasi apa yang akan Taliban perihal hak dan pendidikan perempuan. Kami harus bekerja dengan apa yang kami miliki, dan yang kami miliki mencakup janji-janji petinggi Taliban bahwa perempuan dapat mengakses pendidikan dan bekerja.

"Yang masuk akal adalah memperlakukan janji-janji ini bukan sebagai 'upaya mendinginkan suasana', melainkan sebagai komitmen, kemudian bekerja secara aktif dengan pimpinan Taliban untuk menciptakan solusi agar anak-anak perempuan bisa tetap belajar di sekolah dan perempuan bekerja," paparnya kepada BBC.

Menurut Payvand, akuntabilitas adalah kuncinya.

"Anggaran Kementerian Pendidikan, termasuk gaji semua pegawai, hampir seluruhnya berasal dari donatur dan mayoritas difasilitasi serta dimonitor Bank Dunia. Tujuannya tetap, indikator-indikatornya tetap, langkah-langkah akuntabilitas tetap, dan kami harus bekerja dengan pemerintah baru manapun menuju kompromi-kompromi untuk mencapai tujuan pembangunan dan mempertahankan anak-anak kami di sekolah.

"Sejauh ini tampaknya sebagian besar, tapi tidak semua, sekolah-sekolah khusus perempuan tetap buka atau kembali dibuka walau ada perubahan pegawai dan absen yang tinggi. Pegawai distrik dan provinsi sebagian besar terus bekerja. 

"Di kawasan pedesaan, saya mendapat berbagai laporan terpercaya bahwa NGO terbesar di negara ini, Komite Swedia untuk Afghanistan, telah kembali membuka atau tetap membuka hampir seluruh sekolah-sekolah khusus perempuan. Begitu pula sebagian besar NGO terkemuka yang mendukung pendidikan tata kelola pemerintahan dan sekolah komunitas. Banyak dari sekolah-sekolah komunitas ini punya keterlibatan Taliban sejak didirikan. Banyak dari mereka yang mempertahankan pengajar perempuan atau mullah selama bertahun-tahun."

Dia mengaku akan bertahan di Kabul dan mengatakan banyak perempuan kenalannya kebanyakan masih di rumah masing-masing, dan berhati-hati merencakanakan perjalanan pada hari-hari ke depan.

Menurut aktivis Pashtana Durrani, khalayak harus waspada.

"Anda harus paham bahwa apa yang mereka katakan dan berlakukan adalah dua hal berbeda," tuturnya kepada BBC.

"Para mahasiswi di Herat tidak bisa ke universitas, para perempuan di Kandahar diminta pulang ke rumah dan kerabat laki-laki mereka diminta menggantikan posisi di bank.

"Jadi…mereka (Taliban) sedang mencari legitimasi dari semua negara-negara, agar diterima sebagai pemerintah Afghanistan yang sah. Tapi pada saat bersamaan, praktik apa yang mereka lakukan?

"Entah mereka a) tidak punya kendali atas prajurit di lapangan, atau b) ingin legitimasi tapi tidak mau bekerja. Itu adalah dua hal yang berbeda."

Durrani juga menekankan bahwa manakala Taliban berbicara soal hak-hak perempuan, kelompok itu menyampaikannya dalam istilah yang tidak jelas: apakah Taliban bicara soal hak perempuan untuk bepergian, hak bersosialisasi, hak politik, hak perwakilan dan/atau hak memilih? Tidak jelas apakah semua hak akan dijamin atau sebagian dari hak-hak tersebut, ujarnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya