PM Inggris: Rusia Rencanakan Perang Terburuk di Eropa Sejak 1945

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Senin 21 Februari 2022 07:54 WIB
Pasukan cadangan di Pertahanan Teritorial Ukraina terus berlatih di tengah ketegangan yang terus meningkat (Foto: EPA)
Share :

INGGRIS - Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menuding Rusia merencanakan perang dahsyat di Eropa yang lebih buruk dari yang pernah terjadi pada 1945.

Dalam wawancara kepada BBC, Boris mengatakan informasi dari badan intelijen yang diterimanya menyebut Rusia tengah bersiap untuk mengepung ibu kota Ukraina, Kiev.

"Semua tanda yang ada merujuk bahwa rencana Rusia tersebut dalam beberapa hal telah dimulai," ujarnya.

"Publik perlu memahami ongkos yang harus ditanggung dalam bentuk nyawa manusia," terangnya.

Johnson memperingatkan bahwa konflik apa pun bisa "berdarah dan berlarut-larut". Dia mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin "berpikir tidak logis tentang ini" dan tidak "melihat bencana di depan".

 Baca juga: Wapres AS: Perang di Eropa Sangat Mungkin Terjadi

“Saya pikir sangat penting bagi kita semua sekarang untuk mengatasi bencana yang akan terjadi bagi Rusia,” lanjutnya.

"Saya khawatir potensi itulah yang ditunjukkan oleh bukti, ini tidak mengada-ada,” tambahnya saat ditanya apakah invasi Rusia bisa segera terjadi.

Baca juga: Akses Perusahaan Rusia ke Dolar AS dan Poundsterling Akan Disetop jika Serang Ukraina

Johnson mengatakan pemimpin badan intelijen Barat menginformasikan bahwa Rusia tidak hanya berencana memasuki Ukraina dari timur, tapi juga dari Belarusia dan daerah sekitar Kiev.

"Saya takut untuk mengatakan bahwa rencana yang kami lihat adalah untuk sesuatu yang bisa menjadi perang terbesar di Eropa sejak 1945, hanya dari segi skalanya yang besar," terangnya.

Johnson mengatakan hal ini kepada BBC usai bertemu Presiden Ukraina. Dalam pidatonya dalam forum keamanan di Muenchen, ia berkata bahwa invasi Rusia ke Ukraina akan "bergema di seluruh dunia".

Johnson juga menegaskan Inggris tidak akan berpikir dua kali untuk memberikan sanksi yang lebih luas terhadap Rusia, jika invasi ke Ukraina benar-benar terjadi.

Dia mengatakan, bersama AS, Inggris akan menghentikan perusahaan Rusia "berbisnis dalam mata uang poundsterling dan dolar". Menurutnya, kebijakan itu akan sangat memukul Rusia.

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, sebelumnya juga mengutarakan hal serupa kepada media massa. Namun pemerintah Rusia berulang kali membantah tuduhan seperti ini.

Dalam kesempatan berbeda, Presiden Joe Biden menyebut AS memiliki beberapa alasan untuk percaya bahwa Rusia berencana dan berniat menyerang Ukraina dalam beberapa hari mendatang.

Biden mengatakan tudingan ini pada pidatonya yang disiarkan televisi dari Gedung Putih.

"Sampai saat ini saya yakin dia telah membuat keputusan," ujar Biden merujuk pada Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Meski begitu, Biden berkata bahwa Rusia masih bisa memilih langkah diplomasi. Menurutnya Rusia belum terlambat untuk mengurangi ketegangan dan kembali ke meja perundingan.

AS belum lama ini memperkirakan sekitar 169.000 hingga 191.000 tentara Rusia sekarang disiagakan di sepanjang perbatasan Ukraina. Angka ini mencakup milisi di Ukraina timur yang memihak kepada Rusia.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menyatakan tidak akan menanggapi provokasi Rusia, walau eskalasi pertempuran antara militer negaranya dan kelompok pro-Rusia terus meningkat.

Sejumlah pernyataan terbaru ini muncul di tengah Konferensi Keamanan di Muenchen, Jerman, akhir pekan ini. Beberapa petinggi negara Barat menghadiri acara itu.

Adapun Rusia untuk pertama kalinya tidak mengirim delegasi ke konferensi ini.

Zelensky menuduh para petinggi negara Barat tengah memainkan strategi untuk menenangkan situasi dan meredam konflik.

Menurutnya, Barat menginginkan Ukraina memberikan jaminan keamanan baru.

Zelensky mengeluarkan tudingan ini tak lama setelah sejumlah pemantau melaporkan intensitas konflik di sepanjang garis yang memisahkan pasukan pro-Rusia dan militer Ukraina meningkat drastis.

Baru-baru ini dilaporkan bahwa muncul lebih dari 1.400 ledakan di wilayah Donetsk dan Luhansk.

Pada Jumat (18/2) lalu, petinggi dua kelompok pro-Rusia meminta penduduk Ukraina di wilayah timur untuk mengevakuasi diri. Mereka berdalih, militer Ukraina telah mengintensifkan penembakan dan merencanakan serangan.

Tuduhan itu berulang kali dibantah Ukraina dengan berkata bahwa mereka tidak merencanakan serangan apa pun. Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, menepis apa yang disebutnya "laporan disinformasi dari Rusia".

Pimpinan Republik Rakyat Donetsk (DNR), Denis Pushilin, mengumumkan evakuasi dalam video yang konon direkam pada hari Jumat lalu.

Namun, analisis BBC dari metadata video itu menunjukkan bahwa video tersebut direkam pada hari Kamis atau sebelum aksi saling serang meletusnya.

Adapun otoritas Rusia menyebut bahwa Presiden Putin telah memerintahkan agar kamp-kamp pengungsi segera didirikan di dekat perbatasan.

Putin diklaim juga meminta bantuan darurat diserahkan kepada orang-orang yang datang dari kawasan Ukraina pro-Rusia.

Media pemerintah milik Rusia memberitakan bahwa beberapa bus yang membawa penduduk setempat telah menuju ke Rusia.

Departemen Luar Negeri AS menuding pengumuman evakuasi itu adalah cara Rusia "untuk mengalihkan perhatian dunia dari fakta bahwa mereka sedang menyiapkan pasukan untuk serangan".

AS menyebut berita evakuasi itu adalah contoh bagaimana Rusia menggunakan informasi yang keliru sebagai dalih untuk berperang.

(Susi Susanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya