Pada saat itu, pemerintah menyelipkan unsur pembinaan bagi pengusaha lokal, termasuk Medco. Saat itu, dalam pembangunan Kilang Cilacap, Medco dikawinkan dengan satu perusahaan asal Amerika Serikat.
Dari kerjasama tersebut, Medco pun menjadi ahli dalam hal pemasangan pipa. Di proyek tersebut, Arifin juga mengajukan permintaan untuk mendapatkan peralatan dari perusahaan tersebut setelah peoyek tersebut rampung.
Masih di periode 1980-an, Dirjen Migas, yang kala itu dijabat oleh Wiharso, tersinggung dengan tanggapan salah satu perusahaan asing, lantaran para pengusaha asing tersebut ogah mengajak perusahaan lokal, karena dianggap tidak punya pengalaman, saat diminta mengelola pengeboran gas di Sumatera Selatan.
Akibatnya, Wiharso pun berang dan memutuskan untuk tidak menggunakan jasa perusahaan asing tersebut. Sehingga, untuk pertama kalinya Indonesia menunjuk perusahaan lokal untuk melakukan pengeboran minyak tanpa pendampingan dari perusahaan asing, Medco pun dianggap sebagai perusahaan yang cocok.
Ketiban durian runtuh, Arifin pun langsung terbang dari Jakarta ke Houston, Amerika untuk mencari alat-alat guna memulai penambangan. Perjalanan itu merupakan pengalaman pertamanya ke Amerika. Bermodal bahasa Inggris yang pas-pasan dan uang USD300 ribu, dia menemui si penjual.
Hasilnya, deal tidak sesuai dengan yang diharapkan. Akibatnya, si penjual pun meminta barang dibayar tunai seharga USD4 juta dalam waktu dua minggu atau uang muka USD300 ribu hangus. Dia pun terpaksa menerima syarat itu karena posisi tawarnya yang jelek.
Lantaran belum pernah ke Amerika serbelumnya, perjalanan panjangnya menggunakan pesawat ekonomi membuat dia jetlag dan menganggu kesehatannya. Meski demikian, karena diburu waktu, sampai di Indonesia dia langsung menemui Piet Haryono, salah satu pimpinan Pertamina.