WASHINGTON - Rusia hanya akan menggunakan senjata nuklir jika menilai keberadaannya sebagai negara terancam, demikian disampaikan Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam wawancara dengan CNN. Hal itu disampaikan Peskov di tengah ketegangan antara Rusia dengan NATO, dua kekuatan nuklir dunia, terkait konflik di Ukraina.
“Kami memiliki konsep keamanan dalam negeri, bersifat publik, Anda dapat membaca semua alasan penggunaan senjata nuklir (Rusia),” kata Peskov selama wawancara tersebut.
"Jika itu adalah ancaman eksistensial bagi negara kita, maka itu dapat digunakan sesuai dengan konsep kita."
Peskov menyatakan bahwa Kremlin tidak ingin percaya bahwa tidak ada yang akan mendengarkan kekhawatirannya hingga saat-saat terakhir. Dia mengatakan Presiden Vladimir Putin berharap agar Ukraina tidak mempersiapkan serangan ke Donbass, wilayah separatis di Ukraina Timur yang didukung Rusia, dan berharap akan ada kemajuan terkait situasi.
Namun, kemudian menjadi jelas bagi Rusia bahwa Ukraina akan melakukan serangan ke Donbass, sehingga Moskow mengambil tindakan.
Peskov kembali menegaskan bahwa militer Rusia tidak menyerang sasaran sipil, dan tujuan dari operasi militer khusus bukanlah "pendudukan Ukraina". Dia menambahkan bahwa aksi militer Rusia, yang oleh Putin disebut sebagai operasi khusus, berjalan sesuai dengan rencana, mencatat bahwa tidak seorang pun di Kremlin awalnya berpikir bahwa operasi militer khusus akan memakan waktu beberapa hari.
Dia juga membantah klaim bahwa Putin marah dengan Ukraina, namun menekankan bahwa pemimpin Rusia itu marah pada orang-orang yang melarang penggunaan bahasa Rusia di Ukraina dan pada “mereka yang memakai simbol Nazi di jalan-jalan Kiev dan Lviv."
“Putin tidak marah dengan Ukraina, dan tidak ada seorang pun di Rusia yang marah dengan Ukraina," kata Peskov sebagaimana dilansir Sputnik.
Rusia meluncurkan operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari. Putin pada saat itu mengatakan tujuannya adalah "perlindungan orang-orang yang telah menjadi sasaran pelecehan dan genosida oleh rezim Kiev selama delapan tahun."
(Rahman Asmardika)