Mereka yang beragama non muslim bersolider. Christianto Wibisono dalam buku Aksi-aksi Tritura: Kisah Sebuah Partnership 10 Djanuari-11 Maret 1966, menyebut mereka (mahasiswa non muslim) menahan diri untuk tidak merokok. Juga tidak ada yang menikmati sebutir permen.
“Semua massa KAMI ini bertekad menunggu sampai ada seorang menteri atau waperdam yang muncul menerima Tritura,” kata Christianto Wibisono
Yel-yel ejekan mahasiswa berkumandang di mana-mana. Mereka tidak hanya mengejek para menteri, tapi juga Bung Karno. Mahasiswa kecewa dengan kehidupan seksual yang berlansung permisif dan liar di istana kepresidenan. Mereka melampiaskan kemarahan dengan mencorat –coret dinding rumah Hartini, salah seorang istri Bung Karno.
Dalam Catatatan Seorang Demonstran, Hok Gie menulis, coretan kata-kata “sarang sipilis” , “lonte agung istana”, dan “lonte gerwani agung” itu membuat Bung Karno marah besar dan mengatakan,” Hartini adalah istriku dan aku adalah bapakmu, jadi dia ibumu. Inikah yang dilakukan seorang anak terhadap ibunya?”.
Akibat tekanan mahasiswa yang berlangsung terus- menerus, pada 21 Februari 1966 pemerintah mengumumkan reshuffle kabinet Dwikora. Namun hasil reshuffle justru mengecewakan, karena menteri anti Gestapu justru diganti. Pada 23 Februari 1966 mahasiswa kembali turun ke jalan, menggelar demonstrasi.
Tentara marah. Mereka tak lagi menerima para demonstran dengan pidato. Massa direpresi dengan hunusan bayonet serta desing peluru. Namun massa tak gentar. Pada 24 Februari 1966, saat kabinet hasil reshuffle hendak dilantik, mahasiswa kembali berunjuk rasa besar-besaran.
Mereka memblokir jalan-jalan raya yang hendak dilintasi para menteri. Dikutip dari Aksi-aksi Tritura: Kisah Sebuah Partnership 10 Djanuari-11 Maret 1966, Ketua Presidum KAPPI M Husnie Thamrin mengatakan, hari itu mahasiswa tidak sedang berdemonstrasi, melainkan sedang bertempur.
“Saya tidak bisa mengatakan KAMI berdemonstrasi, karena seingat saya tidak demikian sebenarnya. Saya mengatakan bahwa pada hari-hari itu, KAMI bertempur!”.