Kunjungan Komisaris Tinggi HAM PBB ke Xinjiang Tidak Menghasilkan Solusi

Zahra Larasati , Jurnalis
Kamis 02 Juni 2022 17:45 WIB
Muslim Uighur/ Getty Images
Share :

CHINA - Kelompok Hak Asasi Manusia di Uighur dan negara lain menyatakan kekecewaan dengan hasil perjalanan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Ke China.

Kelompok hak asasi manusia telah menuntut China untuk memberikan akses penuh kepada PBB agar mereka dapat berbicara langsung kepada muslim Uighur dan minoritas lain.

(Baca juga: Dokumen Kepolisian Ungkap Penahanan Massal Muslim Uighur di China, Termasuk Kebijakan Tembak di Tempat)

Melansir Radio Free Asia (RFA), Kamis (2/6/2022) selama kunjungan Komisaris Tinggi PBB, China telah menekan kaum Uighur dan orang terdekat untuk tidak membicarakan tentang kamp ini.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa kunjungan ini akan digunakan sebagai kampanye dan memungkinkan pembenaran atas tindakan China terhadap 1,8 juta etnis minoritas yang ditahan.

Pada konferensi pers hari Sabtu (28/5), Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet memang berada di China tetapi bukan untuk penyelidikan resmi atas situasi di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR), meskipun dia mengaku tidak diawasi oleh pihak China.

Meski tidak diawasi, akses Bachelet di China dibatasi karena Beijing mengatur untuk bepergian dengan sempit guna pencegahan Covid-19 dan tidak melibatkan pers.

Bachelet juga menambahkan bahwa ia telah memperingati China agar menghindari tindakan semena mena terhadap kaum Uighur. Dan meninjau kembali kebijakan agar sesuai dengan standar hak asasi Internasional.

“Saya telah mengajukan pertanyaan dan kekhawatiran tentang penerapan tindakan kontra terorisme dan deradikalisasi yang diterapkan secara luas, terutama dampaknya terhadap hak-hak warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya," katanya.

Presiden Kongres Uighur Dunia (WUC), Dolkun Isa, memperingatkan bahwa kunjungan perdana Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dalam hampir dua dekade hanya akan memperkuat argumen China atas tindakannya.

“Seperti yang ditakuti sebelumnya, Komisaris Tinggi telah menyia-nyiakan kesempatan bersejarah untuk menyelidiki genosida Uighur dan memberikan keadilan kepada orang-orang Uighur," kata Isa.

“Komisaris Tinggi telah merusak kredibilitas kantornya dengan menyelaraskan dengan keinginan China dan melakukan kunjungan yang sama sekali tidak membahas keadilan bagi Uighur dan akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab,” lanjut Isa.

Kongres Uighur Dunia (WUC) mengatakan daftar polisi atau dikenal sebagai File Polisi Xinjiang yang baru dirilis terdapat 10.000 lebih orang Uighur yang ditahan. Hal ini menjadi peringatan bahwa untuk mengumpulkan bukti kebijakan China yang menargetkan orang-orang Uighur harus menjadi upaya internasional yang mendesak.

“Berkas Polisi Xinjiang, demikian sebutannya, mengingatkan dunia akan kekejaman dan genosida pemerintah China terhadap warga Uighur," kata Isa.

“Bagi Uighur, ini bukan berita baru mengingat ini adalah kenyataan sehari-hari kehidupan Uighur ditahan di kamp konsentrasi abad ke-21, di mana mereka mengalami segala bentuk penyiksaan, pemerkosaan, pelecehan seksual, kerja paksa dan sterilisasi,” tambahnya.

Kunjungan ini dikritik oleh peneliti hak asasi manusia Jerman dan direktur studi China di Victims of Communism Memorial Foundation di Washington, yang memposting pesan "jauh lebih buruk daripada yang ditakuti" di akun Twitternya.

“Bachelet memperlakukan pemerintah Xinjiang sebagai aktor rasional yang harus melakukan tinjauannya sendiri tentang bagaimana kebijakan deradikalisasi, mungkin tidak sesuai dengan standar internasional," tulis keduanya.

Pemerintah AS dan parlemen dari beberapa negara Barat telah menyatakan situasi di Xinjiang sebagai genosida dan satu-satunya tindakan yang patut diambil adalah sanksi kepada siapapun yang terllibat.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Ned Price, sebelumnya memperingatkan pada Selasa (24/5) bahwa kunjungan PBB yang sedemikian rupa adalah sebuah kesalahan.

Pengadilan Uighur yang berpusat di London sebuah pengadilan rakyat independen memutuskan bahwa China telah melakukan genosida.

Ketua Pengadilan Uighur, Geoffrey Nice, mengatakan bahwa sangat penting bagi komunitas Uighur untuk mencari cara baru untuk memaksa perubahan dari Tiongkok.

“Jangan berada di bawah ilusi, bahkan jika 10 negara kuat lainnya menyatakan bahwa apa yang terjadi di Xinjiang adalah genosida, masalahnya tidak akan terpecahkan," kata Geoffery Nice.

(Fahmi Firdaus )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya