Temuan itu merujuk sebuah studi oleh University of Chicago pada 2020.
Industri cokelat, sejak 2001, berkomitmen berhenti mempekerjakan anak-anak dalam produksi kakao, sebagai bagian dari kesepakatan internasional dalam protokol Harkin-Engel. Meski begitu, tenggat waktu untuk mencapai pengurangan 70% pekerja anak di Pantai Gading dan Ghana sudah berlalu sejak 2020.
World Cocoa Foundation (WCF), sebuah organisasi induk dari beberapa produsen terbesar industri cokelat, mengakui masalah pekerja anak ini. Mereka memperkirakan ada 1,6 juta anak yang bekerja di pertanian kakao, itu pun hanya di Pantai Gading dan Ghana.
Di laman situsnya, WCF mengatakan tidak ada toleransi untuk setiap kasus kerja paksa, perbudakan modern, dan perdagangan manusia dalam rantai pasok cokelat.
Organisasi tersebut juga mengatakan berkomitmen "menghapus pekerja anak di industri kakao". Caranya, kata mereka, dengan meningkatkan investasi dalam program pembangunan sosial untuk mengatasi masalah ini.
Menurut WCF, pada 2019 saja, uang yang dialokasikan untuk program ini lebih besar dari keseluruhan periode 2001-2018.
BBC menghubungi WCF untuk memberikan komentar, tapi belum menerima balasan pada saat laporan ini dipublikasikan.
Lalu apakah kita membayar harga yang pantas untuk cokelat yang kita makan? Menurut juru kampanye dan bahkan beberapa orang di industri cokelat, ternyata kita tidak melakukannya.
Inkota, sebuah LSM yang berbasis di Jerman yang menjalankan kampanye kesadaran berrtajuk Make Chocolate Fair, mengatakan bahwa harga yang dibayarkan kepada produsen kakao memicu masalah yang dihadapi oleh industri cokelat.