BAGHDAD - Bentrokan berdarah pecah di Baghdad, Irak, menewaskan hampir 20 orang pada Senin, (29/8/2022) setelah ulama Syiah Moqtada al-Sadr mengatakan dia akan mundur dari politik. Pengumuman ini mendorong para pendukungnya menyerbu istana pemerintah dan bentrok dengan kelompok-kelompok saingan.
BACA JUGA: Ratusan Pengunjuk Rasa Serbu Gedung Parlemen Irak, Polisi Tembakkan Gas Air Mata dan Meriam
Saat malam tiba, tembakan senapan mesin dan ledakan terdengar, dengan tembakan suar membubung ke langit di atas Zona Hijau yang menampung kantor pusat pemerintah dan kedutaan asing di Baghdad. Ini merupakan pertempuran terburuk yang pernah terjadi di ibukota Irak itu selama bertahun-tahun.
Sadr mengumumkan bahwa dia akan menarik diri dari semua dari semua aktivitas politik sebagai tanggapan atas kegagalan para pemimpin dan partai Syiah lainnya untuk mereformasi sistem pemerintahan yang korup dan membusuk.
Ulama Syiah terkemuka itu kemudian mengatakan dia melakukan mogok makan sebagai protes terhadap penggunaan senjata oleh semua pihak.
Kebuntuan politik antara Sadr dan kelompok saingan Muslim Syiah yang sebagian besar didukung oleh Iran telah mengirim Irak ke dalam putaran kekerasan lain di saat negara itu berjuang untuk pulih dari perang puluhan tahun, sanksi, perselisihan sipil dan korupsi endemik.
Sejak 2003, kelompok-kelompok Irak telah terlibat dalam konflik sektarian dan, baru-baru ini, persaingan politik intra-sektarian, intra-etnis.
BACA JUGA: Ulama Syiah Irak Serukan Perangi Tentara AS Penumpas ISIS
Putaran kekerasan terbaru ini mempertemukan para pendukung Sadr, yang termasuk milisi bersenjata lengkap, melawan paramiliter kelompok saingan yang bersekutu dengan Iran dan pasukan keamanan Irak.
Para pejabat keamanan mengatakan beberapa bentrokan terjadi antara pejuang Brigade Perdamaian Sadr dan anggota pasukan keamanan Irak yang bertugas melindungi Zona Hijau, tetapi milisi yang bersekutu dengan Iran kemungkinan juga terlibat.