"Kami bahkan tidak punya tenda, hanya pohon ini," terang sang ibu, dikutip BBC.
"Kami menghabiskan sepanjang malam di tengah hujan, melarikan diri dari banjir, mencoba menyelamatkan diri. Ketika kami tiba di sini, ini adalah satu-satunya ruang yang bisa kami temukan. Cuaca menjadi sangat panas dan dia mulai menangis dan tidak mau berhenti. Susah,” lanjutnya.
Badal lahir dengan selamat di rumah sakit terdekat tetapi dalam sehari Najima harus kembali ke tepi sungai, tempat dia meninggalkan suaminya dan lima anak kecil lainnya.
Tim BBC bertanya padanya apa yang bisa dia selamatkan dari banjir. "Dua tempat tidur dan dua ayam ini, tidak ada yang lain,” ujarnya.
Najima telah tinggal di sini selama dua minggu dan mengatakan bahwa selama itu, tidak ada bantuan yang mencapai bagian tembok banjirnya. Selain khawatir akan kelaparan, dia juga khawatir dengan naiknya air terus menerus.
"Kami hanya duduk di sini dengan harapan bahwa Allah akan menjaga kami, pemerintah tidak memberikan jatah atau melakukan apa pun untuk membantu. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami, kami tidak punya tempat lain untuk pergi," katanya.
Pejabat provinsi telah mengakui bahwa mereka kewalahan, begitu juga dengan lembaga bantuan lokal. Jalan masuk dan keluar dari masyarakat yang terkena dampak telah rusak parah, memperlambat tidak hanya evakuasi, tetapi juga pengiriman bantuan.
Banyak dari mereka yang terkena dampak adalah orang miskin dan memiliki sedikit sarana untuk membangun kembali kehidupan mereka - semua yang mereka ingin tahu adalah bahwa seseorang, di suatu tempat sedang melakukan sesuatu.