Curhat Emak-Emak Buruh Linting Rokok: Dulu Lembur Bisa Makan Enak, Kini Tak Ada Lagi

Taufik Budi, Jurnalis
Rabu 21 September 2022 11:03 WIB
Ilustrasi/ Foto: Reuters
Share :

SEMARANG – Masa kejayaan emak-emak buruh linting rokok seolah telah usai. Kini mereka harus pandai berhemat untuk memenuhi kebutuhan keluarga, apalagi usai dihantam badai pandemi Covid-19 disusul dengan kenaikan harga BBM.

Juni Indarwati, yang telah bekerja sebagai buruh linting rokok selama 20 tahun, hanya bisa mengenang masa-masa lembur di pabrik. Dulu, hampir separuh hari dihabiskan untuk bekerja melinting rokok dengan tangan-tangan cekatannya.

 BACA JUGA:Anak Bunuh Ibu Kandung di Purwakarta, Indikasi Awal Pelaku Alami Gangguan Jiwa

“Dulu saya bekerja bisa 10 jam per hari. Mulai pukul 06.00 sampai 16.00 WIB. Masa-masa bisa mengumpulkan cukup banyak uang bagi kepentingan keluarga,” kata Juni ditemani dua rekannya Melia dan Agustina, Selasa (20/9/2022).

Menurutnya, saat itu pabrik tempatnya bekerja banyak menerima pesanan rokok sehingga ribuan buruh harus menambah ekstra waktu pengerjaan. Namun kondisi tersebut tak berjalan sesuai harapannya. Jumlah pekerjaan melinting rokok tak sepadat waktu lalu.

“Dulu bisa bekerja sampai sore. Tapi beberapa tahun terakhir kita enggak pernah lembur. Jadi sangat berdampak sekali (pada pendapatan). Malah sekarang itu ada ungkapan, jangan terlalu berharap bisa lembur, karena bisa bekerja full Senin sampai Sabtu saja itu kita sudah bersyukur,” lugasnya.

 BACA JUGA:Bisakah Perokok Jadi Pramugari? Simak 5 Syarat Utama Lolos Menjadi Awak Kabin

“Karena (rokok) permintaan konsumen turun, sehingga pekerjaan juga berkurang. Akhirnya jam kerja kita juga berkurang. Kalau sekarang-sekarang jam kerja normal 7 jam. Masuk pukul 06.00 pulang jam 14.00 WIB,” lanjutnya.

Padahal, jam lembur sangat berarti bagi buruh untuk menambah penghasilan. Lembur juga melibatkan seluruh divisi, sehingga hampir seluruh buruh bisa mendapatkan uang lebih untuk dibawa pulang.

“Lembur itu besar hasilnya. Satu jam pertama itu kita mendapatkan Rp15 ribu. Jadi dalam sepekan kita setidaknya bisa mendapatkan Rp800 ribu. Jadi kalau ada lembur kita bisa makan enak lah,” tambah Agustina.

“Semua bagian divisi itu bisa ikut lembur. Karena kan enggak mungkin misalnya hanya bagian pelintingan saja, karena mesti di-packing, hingga di bagian gudang. Jadi kalau lembur itu melibatkan banyak buruh dari hulu sampai hilir,” imbuh perempuan asal Semarang Utara itu.

Dia menuturkan, sekira lima tahun terakhir menjadi waktu paling berat bagi buruh linting rokok. Mereka hampir tak pernah lembur bekerja karena tak banyak produksi seperti semula.

“Ya penyebabnya termasuk kenaikan cukai rokok. Itu sangat berdampak. Apalagi ada kabar pada tahun 2023 cukai rokok akan meningkat. Ini bakal semakin memperberat kondisi kami,” cetusnya.

“Sekarang kan BBM naik, harga-harga kebutuhan naik. Padahal nanti kalau cukai rokok benar-benar dinaikkan maka produksi rokok juga akan turun, akibatnya kami yang bekerja sebagai buruh rokok ini akan semakin terdampak. Harapannya jelas, cukai rokok tak naik,” bebernnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya