Peneliti senior Centris, AB Solissa mengatakan pemerintah Indonesia atau negara manapun, seharusnya dapat memenuhi keinginan warga negara asing yang meminta untuk tidak di deportasi ke negara asal mereka, jika memang alasan tersebut kuat atau memenuhi unsur penegakan HAM.
“Seyogianya keinginan orang-orang seperti Ahmet Bozoglan dipenuhi sebagai bagian dari upaya negara Indonesia, dalam menyelamatkan nyawa umat manusia, sebagaimana termakjum dalam mukadimah UUD 1945,” kata AB Solissa.
Dia menilai, situasi dan kondisi muslim Uighur sebagai etnis minoritas di China yang saat ini belum jelas nasibnya, tentunya menjadi ke khawatiran tersendiri bagi orang-orang Uighur seperti Ahmet Bozoglan, yang terlebih dahulu meninggalkan Tiongkok.
Dari berbagai laporan investigasi yang menyajikan fakta beserta barang bukti berupa dokumen, foto maupun video terkait tindak kekerasan yang menjurus pada pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) terhadap jutaan warga Uighur di Xinjiang China.
Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan Juni 2022 silam mengatakan penindasan China terhadap Uighur dan minoritas lainnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
“Pihak berwenang di wilayah tersebut yang dikontrol Beijing, diyakini telah menahan hampir 2 juta warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya di jaringan kamp interniran yang luas sejak awal 2017,” tutup AB Solissa.
(Fahmi Firdaus )