Tak Terima Ada Ukraina, Kremlin Dituding Suruh Pemenang Nobel Perdamaian Rusia Tolak Penghargaan

Susi Susanti, Jurnalis
Senin 12 Desember 2022 08:55 WIB
Peraih Nobel Perdamaian asal Rusia (Foto: BBC)
Share :

RUSIA - Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian asal Rusia pada 2022, Yan Rachinsky mengatakan otoritas Kremlin menyuruhnya untuk menolak penghargaan tersebut.

Rachinsky mengatakan dia diberitahu untuk tidak menerima hadiah itu karena dua pemenang lainnya - sebuah organisasi hak asasi manusia Ukraina dan pembela hak asasi Belarusia yang dipenjara - dianggap "tidak pantas".

Rachinsky adalah pemimpin Memorial, yakni salah satu kelompok hak sipil tertua di Rusia, dan ditutup oleh pemerintah tahun lalu.

BACA JUGA:  Peraih Nobel Perdamaian Rusia Kecam Perang 'Gila' dan Kriminal Putin di Ukraina

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan program HARDtalk BBC, Rachinsky mengatakan organisasinya telah disarankan untuk menolak penghargaan tersebut, tetapi mereka tidak menggubrisnya.

Meskipun keselamatannya terancam, Rachinsky mengatakan pekerjaan Memorial tetap penting.

BACA JUGA:  Peraih Nobel Perdamaian Meninggal pada Usia 77 Tahun, Bantu Akhiri Konflik Puluhan Tahun

"Di Rusia saat ini, keselamatan pribadi tidak ada yang dapat dijamin," katanya.

"Ya, banyak yang terbunuh. Tapi kita tahu apa yang menyebabkan impunitas negara... Kita harus keluar dari lubang ini entah bagaimana,” lanjutnya.

Memorial telah mendokumentasikan represi Soviet bersejarah.

Ketua pertamanya - Arseny Roginsky - dikirim ke kamp kerja paksa Soviet untuk apa yang disebut studi sejarah "anti-komunis".

Saat mengumumkan pemenang hadiah, Komite Nobel mengatakan bahwa Memorial didirikan atas gagasan bahwa "menghadapi kejahatan masa lalu sangat penting untuk mencegah kejahatan baru".

Rachinsky menyebut keputusan panitia untuk memberikan hadiah kepada penerima di tiga negara berbeda "luar biasa".

Dia mengatakan itu adalah bukti bahwa masyarakat sipil tidak dipisahkan oleh batas negara, bahwa itu adalah satu badan yang bekerja untuk memecahkan masalah bersama.

Adapun Kementerian Luar Negeri Rusia telah dihubungi BBC untuk memberikan komentar terkait hal itu.

Tetapi keputusan untuk memasukkan penerima Nobel Perdamaian asal Rusia telah menjadi kontroversi.

Peraih Nobel Perdamaian asal Ukraina Oleksandra Matviichuk yang menjalankan Pusat Kebebasan Sipil Ukraina -menolak untuk diwawancarai bersama Rachinsky. BBC berbicara kepada mereka secara terpisah di Oslo.

"Sekarang kami berada dalam perang dan kami ingin membuat suara pembela hak asasi manusia Ukraina menjadi nyata,” terangnya kepada HARDtalk saat ditanya mengapa dia ingin melakukan wawancara secara terpisah.

"Jadi saya yakin bahwa meskipun kami melakukan wawancara terpisah, kami mengirim dan menyampaikan pesan yang sama,” lanjutnya.

Pusat Kebebasan Sipil diakui atas pekerjaannya mempromosikan demokrasi di Ukraina dan menyelidiki dugaan kejahatan perang Rusia di negara tersebut.

Meskipun menolak untuk berbicara di samping pemenangnya, Matviichuk memuji karya Rachinsky dan menggambarkan Memorial sebagai "mitra kami".

Dia mengatakan Memorial telah membantu kelompok Ukraina selama bertahun-tahun.

Dia juga menambahkan bahwa dia sangat menghormati semua rekan hak asasi manusia Rusia yang bekerja dalam kondisi sulit.

Dia juga memperingatkan bahwa tanpa perhitungan yang tepat atas kejahatan Rusia, perdamaian tidak akan datang ke Eropa Timur.

Matviichuk menyerukan pengadilan internasional baru untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Vladimir Putin dan Rusia lainnya atas tindakan mereka di Ukraina, menggambarkan bahwa sistem saat ini tidak cukup.

"Pertanyaannya adalah, siapa yang akan memberikan keadilan bagi ratusan ribu korban kejahatan perang?" terangnya.

Dia juga menuduh Rusia menggunakan perang sebagai alat untuk mencapai tujuan geopolitiknya - dan melakukan kejahatan perang untuk memenangkan konflik.

Pemenang Nobel ketiga, pembela hak asasi manusia Belarusia Ales Bialiatski, telah dipenjara tanpa diadili di negara asalnya sejak Juli tahun lalu.

Dia adalah pendiri Pusat Hak Asasi Manusia Viasna (Musim Semi), yang didirikan pada 1996 sebagai tanggapan atas penumpasan brutal terhadap protes jalanan oleh pemimpin otoriter Belarusia Alexander Lukashenko.

Bialiatski sebelumnya menghabiskan tiga tahun di penjara dan dibebaskan pada 2014.

Ms Matviichuk menggambarkan rekan pemenangnya sebagai orang yang sangat berani, jadi dia akan melanjutkan pertempuran ini bahkan jika dirinya dipenjara.

(Susi Susanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya