Istri Kelima, Cara Orang Niger Mensyiasati Hukum Islam untuk 'Menghalalkan' Perbudakan Perempuan

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Kamis 12 Januari 2023 07:10 WIB
Ilustrasi/Foto: BBC
Share :

JAKARTA - Hadizatou Mani dijual kepada seorang kepala suku ketika berusia 12 tahun, lalu menghabiskan lebih dari satu dekade hidupnya sebagai seorang "wahaya" atau "istri kelima".

Setelah bebas, Hadizatou Mani-Karoau dituntut oleh mantan majikannya dan perjuangannya mendapatkan keadilan telah berkontribusi menghentikan praktik perbudakan wahaya di Niger.

 BACA JUGA:Pulau Pananggalat Mentawai Muncul di Situs Jual Beli, Ini Dia Pemilik Aslinya

"Kehidupan saya saat itu mengerikan. Saya tidak mendapat hak-hak saya; untuk istirahat, untuk makan, bahkan untuk hidup saya sendiri," katanya dilansir dari BBC, Rabu (11/1/2023).

Wahaya adalah bentuk perbudakan yang lazim terjadi di wilayah itu, di mana laki-laki kaya dapat membeli perempuan muda untuk seks dan pekerjaan rumah tangga hanya seharga US$200 (Rp3,1 juta), lalu menjadikan mereka sebagai istri kelima untuk menghindari hukum Islam yang mengizinkan maksimal empat istri.

 BACA JUGA: Tegaskan Pemilu 2024 Digelar pada 14 Februari, Mendagri: Tak Ada Agenda Lain!

Mani dijual pada 1996, dan dia kemudian menghabiskan hidupnya selama 11 tahun sebagai budak.

Namun cobaannya tidak berhenti di situ. Setelah dibebaskan pada 2005 dan menikah dengan laki-laki pilihannya, mantan majikan menggugat Mani atas tuduhan bigami. Mani kemudian dijatuhi hukuman dan dipenjara saat sedang hamil.

Lebih dari satu dekade kemudian, hukumannya dibatalkan. Kasus Mani menjadi kasus penting di Niger, di mana perbudakan masih terus berlanjut meskipun upaya untuk melarangnya terus dilakukan.

Mani kini menjalani hidupnya di Zongo Kagagi, sebuah kota di wilayah Tahoua di selatan Niger, dan mengkampanyekan hak-hak perempuan untuk menghindari perbudakan.

Dia menjadi salah satu perempuan yang masuk ke dalam daftar BBC 100 Women, yang setiap tahun merilis daftar 100 perempuan yang menginspirasi dan berpengaruh dari seluruh dunia.

Kasus Mani berperan penting mengubah Undang-Undang di Niger.

Namun terlepas dari putusan pengadilan dan kampanye yang dilakukan Mani, ada lebih dari 130.000 orang yang masih diperbudak di Niger saat ini berdasarkan data Indeks Perbudakan Global.

Istri tambahan

"Istri kelima" diperbudak oleh laki-laki kaya di suatu wilayah, bahkan diberikan sebagai hadiah dalam apa yang dikenal sebagai sadaka.

Baik wahaya maupun sadaka dianggap sebagai bentuk perdagangan seks. Istri kelima ini, pada dasarnya merupakan selir yang diperbudak oleh majikan mereka, empat istri sah majikan, yang dinikahi sesuai hukum Islam, serta anak-anak mereka.

Istri kelima menjadi sasaran kekerasan psikis, fisik, dan seksual, bahkan sering kali tidak diberi makan dan dipenuhi kebutuhan dasarnya, namun dipaksa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, merawat ternak, dan bercocok tanam.

Seperti itulah kehidupan Hadizatou Mani-Karoau setelah dia dibeli di Niger dan dibawa melintasi perbatasan ke Nigeria.

Dia mengatakan bahwa kepala suku yang berpengaruh "mendapat harga yang bagus" untuk membeli dia bersama tujuh perempuan dan anak perempuan lainnya sekaligus.

Transaksi itu dilakukan tanpa persetujuannya ataupun orang tuanya.

Rentetan pelecehan yang kejam membuat Mani melarikan diri kembali ke Niger lebih dari satu kali.

Namun setiap kali dia kabur, dia tertangkap dan dibawa kembali ke Niger untuk menghadapi hukuman yang lebih keras.

"Dia akan mengatakan bahwa dia bisa melakukan apa saja kepada saya sesuka hatinya karena dia membeli saya seperti dia membeli kambing," katanya.

Pada 1960, berdasarkan konstitusi baru Niger, perbudakan dilarang di atas kertas, namun praktiknya terus dibiarkan.

Negara ini akhirnya mengambil langkah yang signifikan pada 2003 dengan secara formal mendefinisikan wahaya dan mengaturnya di bawah hukum pidana.

Menyusul putusan itu, Mani akhirnya mendapatkan kebebasannya pada 2005. Dia pergi dari tempat majikannya bersama dua anaknya dan dua rekannya sesama wahaya untuk hidup bebas.

Namun satu tahun kemudian, ketika dia menikah dengan suaminya, mantan majikannya menggugat Mani ke pengadilan atas tuduhan bigami dan mengklaim bahwa Mani masih menikah dengannya.

Segitiga memalukan

Mani dinyatakan bersalah atas bigami dan dijatuhi hukuman enam bulan penjara, meski vonis itu akhirnya dibatalkan pada 2019.

Namun dia juga menggugat Pemerintah Niger melalui Pengadilan Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (Ecowas) yang berujung pada keputusan penting.

Hakim memutuskan bahwa Niger telah melanggar UU anti-perbudakannya sendiri dengan tidak menghukum majikan yang memperbudaknya, dan telah gagal menegakkan tanggung jawab hukumnya untuk melindungi warganya.

Mani mendapat kompensasi US$20.000 (Rp312 juta) pada 2009 yang dibayar oleh pemerintah Niger.

Dengan bantuan organisasi anti-perbudakan Niger, Timidria dan LSM Inggris, Anti-Slavery International, dia memperjuangkan isu ini atas nama keadilan.

Mereka yang dinyatakan bersalah atas perbudakan seharusnya menerima hukuman penjara antara 10 hingga 30 tahun, tetapi hukuman yang diberikan baru-baru ini jauh lebih singkat, yakni di bawah 10 tahun.

Para ahli pun menyerukan langkah-langkah yang lebih luas untuk mengatasi masalah ini.

Organisasi yang dipimpin Bouzou merekomendasikan agar kepala adat yang kerap kali menjadi aktor di balik praktik perbudakan ini untuk dicopot dari jabatan mereka.

Mereka juga menyerukan upaya yang menantang kesalahpahaman yang meluas bahwa wahaya sejalan dengan hukum Islam.

(Nanda Aria)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya