“Misalnya, saya hanya memberikan empat tablet Ibuprofen per orang,” ujarnya.
"Mereka tidak membutuhkan dua kotak. Itu hanya akan terbuang sia-sia,” terangnya.
Namun dia mengatakan dia yakin gelombang Covid terburuk ini sudah di belakang mereka.
"Kami belum memiliki pasien dalam beberapa hari terakhir,” ungkapnya.
Mereka yang meninggal di wilayah ini dimakamkan di ladang. Para petani kemudian melanjutkan bercocok tanam dan memelihara ternak di sekitar gundukan nenek moyang mereka.
Berkendara di sepanjang jalan, BBC melihat banyak gundukan tanah baru dengan bendera merah dipasang di atasnya. Seorang petani penggembala kambing memastikan bahwa itu adalah kuburan baru.
"Keluarga telah menguburkan orang tua di sini setelah mereka meninggal. Terlalu banyak," katanya.
Di desanya yang berpenduduk beberapa ribu orang, dia mengatakan bahwa lebih dari 40 warga meninggal selama gelombang Covid terbaru.
"Suatu hari ada yang mati, besoknya ada yang lain. Sudah sebulan terakhir ini nonstop," ujarnya.
Tapi di pedesaan sini, mereka cukup filosofis tentang hidup dan mati. Petani ini mengatakan orang-orang akan tetap merayakan tahun baru seperti biasanya.
"Putra dan menantu saya akan segera kembali," katanya.
Saya bertanya apakah penduduk setempat khawatir anggota keluarga yang kembali dapat berarti lebih banyak infeksi.
"Orang tidak perlu khawatir. Jangan takut!" ungkapnya.
"Kamu masih akan terinfeksi meskipun kamu bersembunyi. Sebagian besar dari kita sudah tertular dan kita baik-baik saja,” tambahnya.
Dia, dan banyak lainnya berharap pekerjaan paling mematikan Covid telah dilakukan dan, setidaknya untuk saat ini, energi mereka dapat dihabiskan untuk bersama yang hidup daripada mengubur yang meninggal.
(Susi Susanti)