JAKARTA- Bisakah Presiden Rusia, Vladimir Putin dikudeta lantaran telah berada di puncak otoritas sistem politik Rusia sejak 1999 dan tak tergoyahkan hingga saat ini.
Selama lebih dari dua dekade berkuasa, Putin telah membangun sistem keamanan yang rumit untuk mencegah adanya pengkhianat yang mengancam kedaulatan Rusia.
Dirinya membangun suatu aturan dengan hukuman penyiksaan yang kejam bagi para pembangkang pemerintahannya.
Akan tetapi, sejak Putin menginstruksikan invasi Rusia menuju Ukraina, kursi kekuasaannya mulai dalam ancaman. Desas-desus tentang rencana untuk mengkudeta Putin pun mulai beredar.
Hal ini tidak terlepas dari rencana kemenangan cepat Rusia atas Ukraina yang justru bertahan hingga berlarut-larut lebih dari setahun lamanya.
Abbas Gallyamov, mantan penulis pidato Kremlin, mengatakan bahwa Putin dapat digulingkan dalam kudeta militer di tengah meningkatnya penentangan terhadap perang di Ukraina.
"Ada presiden yang sangat dibenci sebagai kepala negara dan perang benar-benar tidak populer, dan mereka perlu menumpahkan darah untuk ini - saat ini, kudeta menjadi kemungkinan nyata," kata Abbas Gallyamov dilansir dari Insider, Selasa (27/6/2023).
Terlebih, menyusul atas pemberontakan singkat yang dilakukan oleh pemimpin Grup Wagner Yevgeny Prigozhin beberapa waktu lalu, ada banyak analis politik internasional yang sepakat jika Vladimir Putin akan muncul dengan kekuatan yang lebih lemah.
“Hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa Putin jelas telah kehilangan otoritasnya,” kata seorang peneliti di Leibniz Institute for East and Southeast European Studies di Regensburg, Fabian Burkhardt dilansir dari DW, Selasa (27/6/2023).
"Bagi saya, ini adalah awal dari keruntuhan sistem," ujar Irina Scherbakova, seorang sejarawan Rusia.
Berbagai badan intelijen juga telah memantau potensi ancaman kudeta yang akan terjadi pada Putin. Ada kemungkinan yang sangat besar ara pembangkang Rusia akan membentuk sebuah aliansi untuk mengkudeta Putin bila saja Rusia menelan kekalahan dari invasi yang mereka lakukan pada Ukraina.
Namun meski begitu, Vladimir Putin masih berupaya mempertahankan sejumlah pilihan untuk terhindar dari kekalahan. Salah satunya, Putin berusaha meningkatkan perang untuk menyeret anggota NATO, tapi menghentikan penggunaan senjata nuklir taktis.
Beberapa analis percaya bahwa gelombang mobilisasi massa dan gejolak ekonomi lebih lanjut dapat memicu protes massal, tetapi yang lain percaya bahwa penduduk sipil Rusia tidak mungkin memicu perubahan rezim.
(RIN)
(Rani Hardjanti)