JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti temuan ketidakwajaran Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto. Saat ini, KPK sedang menyelidiki dugaan unsur pidana terkait ketidakwajaran harta kekayaan Eko Darmanto.
"Masih berproses (pencarian unsur pidananya)," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (6/7/2023).
Ali masih belum menjelaskan secara detil berkaitan dengan dugaan unsur pidana ketidakwajaran harta kekayaan Eko Darmanto. Tapi, ia memastikan bahwa hasil klarifikasi LHKPN Eko Darmanto di tingkat pencegahan sudah dilimpahkan ke tahap penyelidikan.
"Sejauh ini masih pada tahap penyelidikan," ucap Ali.
Sementara itu, Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar menilai proses hukum atas kejanggalan harta Eko Darmanto harus dinaikan ke tahap penyidikan hingga penuntutan. "Harus didorong untuk diteruskan penyidikannya ke proses penuntutan,” ujar Fickar saat dikonfirmasi.
Menurutnya, elemen masyarakat bisa menggugat aparat penegak hukum dalam hal ini KPK secara praperadilan apabila penyelidikan terhadap Eko Darmanto tak ada kejelasan.
“Masyarakat khususnya baik sendiri-sendiri, sebagai pembayar pajak, maupun melalui kelompok masyarakat seperti LSM, pemerhati Bea Cukai dan pajak bisa mengajukan praperadilan,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah, Pakar hukum dari Universitas Borobudur, Faisal Santiago mengatakan KPK harus kembali memeriksa Eko Darmanto untuk menelisik soal dugaan perbuatan pidananya.
BACA JUGA:
“Pemanggilan bisa saja dilakukan untuk melakukan pendalaman penyelidikan dan penyidikan, apakah ada tindak pidana korupsi,” ujar Faisal.
BACA JUGA:
Faisal meminta agar lembaga antirasuah tidak tebang pilih dalam menegakan keadilan. Menurutnya, KPK harus menetapkan Eko Darmanto sebagai tersangka apabila telah mengantongi minimal dua alat bukti.
“Minimal bisa membuktikan atau menemukan dua alat bukti untuk penetapan tersangka. Seharusnya KPK harus segera menindaklanjuti jangan ada tebang pilih dalam penanganannya,” pungkasnya.
(Fakhrizal Fakhri )