Peristiwa tersebut terjadi pada 1947. Kambing Jamnapari India itu, kata Saiful oleh Bung Karno dikembangbiakkan di dua tempat di Pulau Jawa. Yakni di Senduro Lumajang dan di daerah Kaligesing, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah.
“Di Senduro, kambing Jamnapari dikawinkan dengan kambing Menggolo, yakni kambing lokal Lumajang. Kenapa yang dipilih Lumajang? Itu yang saya kurang tahu,” kata Saiful
Hasil persilangan Jamnapari dengan Menggolo lahir varietas baru yang kemudian dikenal dengan nama kambing Senduro. Secara fisik, kambing jenis baru ini berbeda.
Selain anatomi kepala lebih besar, yakni terutama pejantan, kambing Senduro memiliki sepasang telinga panjang, lemas sekaligus melintir ke bawah. Begitu juga postur tubuhnya, lebih besar dan tinggi. Bahkan, melebihi leluhurnya.
“Dalam usia dua tahun, dengan perawatan yang bagus, kambing Senduro mampu mencapai berat 150 kg,” kata Saiful yang juga mengembangkan peternakannya ke dalam Agro Eduwisata yang bernama Goatzilla Farm.
Proyek Soekarno dalam pembangunan peternakan, yakni terutama terkait rekayasa genetika kambing Senduro, dinilai sudah tepat. Kehadiran kambing Senduro berpotensi besar memenuhi kebutuhan pangan dan gizi di Tanah Air.
Saiful menambahkan, kambing Senduro memiliki keunggulan dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi. Seekor kambing Senduro betina mampu menghasilkan susu 1-1,5 liter per hari.