Sebelum penolakan terkait KGSS, Kahar sudah pernah beberapa kali dikecewakan pemerintah pusat. Salah satunya insiden itu terjaid pada Oktober 1945, berkaitan dengan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS).
Tapi KRIS justru lebih “dikuasai” golongan Mihanasa-Manado dan membuat perannya sebagai sekretaris terkucilkan, sampai memutuskan keluar dari KRIS.
Pasca penolakan Soekarno terhadap KGSS, Kahar membentuk brigadenya sendiri. Pada 7 Februari 1953, Dia kemudian memutuskan bergabung dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo.
Gerakan pasukannya yang berkekuatan sekira 15 ribu pengikut, mengatasnamakan agama dan sepak terjangnya lebih kepada melancarkan teror kaum aristokrat dan para bangsawan yang bertentangan dengannya.
Di tahun itu pula, muncul pemberontakan lain di Sulawesi, Perdjuangan Rakjat Semesta (Permesta). Di sisi lain, pemberontakan Kahar justru juga mulai melemah akibat ‘digembosi’ dari dalam sejak 1957.