LUMAJANG – Leluhur kambing Senduro merupakan kambing ras India yang dibawa langsung oleh Presiden Soekarno atau Bung Karno ke wilayah Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Pada kemerdekaan Indonesia yang baru berusia dua tahun, yakni tahun 1947, Soekarno tengah menyiapkan pembangunan peternakan Indonesia. Semua itu demi pemenuhan gizi rakyat yang bersumber dari daging dan susu.
Selain di wilayah Senduro, kambing asal India tersebut juga dikembangbiakkan di wilayah Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Kambing Senduro Lumajang lahir dari hasil persilangan ras Jamnapari India dengan ras Menggolo, yakni kambing asli Lumajang.
Postur besar dengan bobot 150 kg hanya dalam usia dua tahun, serta susu 2 liter per hari, membuat kambing warisan pemerintahan Soekarno itu menjadi incaran banyak pihak. Terutama para pengusaha asing. Mereka sejak awal mengincar kambing Senduro untuk dikembangbiakkan di negaranya.
Saiful Siam salah seorang peternak kambing Senduro Desa Kandangtepus, Kecamatan Senduro Lumajang mengatakan bagaimana ribuan ekor kambing Senduro telah dibawa ke Malaysia.
Peristiwa itu, kata Saiful berlangsung pada kisaran tahun 2000-an. “Warga sukarela melepas karena harga yang ditawarkan juga jauh lebih tinggi dibanding harga pasar lokal,” terangnya kepada MPI.
Ras kambing Senduro memiliki nama besar. Namanya populer sebagai salah satu ras kambing unggulan. Bahkan menurut pengetahuan Saiful yang diperolehnya dari akademisi kampus, kambing Senduro sudah dikenal di 33 negara.
Hal itu yang membuat kambing Senduro menjadi incaran. Di sisi lain harga beli yang diajukan juga menggiurkan. “Saat itu ibarat kata, siapa yang tidak tertarik dengan harga yang tinggi?” ungkapnya.
Sebelum transaksi dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar lokal, pengusaha Malaysia itu, kata Saiful lebih dulu menerjunkan tim lapangan. Mutu kambing diverifikasi.
Hasilnya, selama dua tahun sebanyak 500 ekor di setiap tiga bulan sekali dibawa ke Malaysia. Semuanya merupakan kambing-kambing Senduro terbaik. “Di sana (Malaysia) untuk dikembangbiakkan ke dalam sebuah peternakan besar,” ungkapnya.
Tidak hanya pengusaha Malaysia. Sejumlah pengusaha peternakan asal Timur Tengah juga mengincar kambing Senduro Lumajang. Ratusan ekor kambing Senduro terbaik berhasil dibawa keluar.
Yang terakhir, kata Saiful sekitar tahun 2020, sebanyak 150 ekor kambing Senduro berancang-ancang diterbangkan ke Abu Dhabi. “Namun karena ada persoalan perizinan yang belum lengkap, upaya itu gagal,” papar Saiful.
Lantas apa dampaknya bagi peternak kambing Senduro di Lumajang? Menurut Saiful warga Lumajang sempat mengalami krisis kambing Senduro terbaik. Masyarakat kesulitan mendapat kambing bermutu bagus.
Dari situ timbul kesadaran warga untuk tidak lagi melepas kambing Senduro yang bagus. “Setidaknya kami tidak lagi melepas kambing induk, tapi lebih ke anak-anak kambing,” terangnya.
Saat ini jumlah populasi kambing Senduro di Kabupaten Lumajang sekitar 40 ribu ekor, yakni dengan lokasi pusat pembibitan di wilayah Kecamatan Senduro dan Pasru Jambe.
Pada tahun 2014, melalui Keputusan Menteri Pertanian RI 1055/Kpts/SR.120/10/2014, kambing Senduro Lumajang ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik ternak lokal Indonesia. Bahkan ras kambing Senduro telah dikenal di 33 negara di dunia sebagai salah satu kambing unggulan asal Indonesia.
Dari penelitian sejumlah akademisi kampus, kandungan gizi susu kambing Senduro dinilai lebih bagus dibanding susu sapi maupun kambing lainnya. Saat ini produksi susu kambing Senduro mencapai rata-rata 3 ton per hari.
Jumlah populasi kambing Senduro yang diperah sebanyak 3 ribu ekor. Dibanding kambing pada umumnya, harga jual kambing Senduro lebih tinggi. Harga kambing dewasa bisa mencapai Rp Rp20-30 juta per ekor.
Sedangkan harga kambing Senduro kelas kontes bisa mencapai ratusan juta Rupiah. Prospek bagus serta nilai sejarah yang kuat, sayangnya tidak ditangkap pemerintah daerah setempat sebagai peluang besar.
Saiful mengatakan, dalam mengembangbiakkan kambing Senduro, para peternak rakyat saat ini relatif berjalan sendiri. Termasuk dalam mencari pasar, mereka melakukannya sendiri.
Pembinaan dari pemerintah diakui memang ada, namun belum berjalan maksimal. Karenanya, jangan disalahkan jika suatu ketika karena terbentur kebutuhan, peternak kambing Senduro memilih melepas ke pihak asing.
“Sampai saat ini bisa dibilang para peternak rakyat kambing Senduro auto pilot, atau berjalan sendiri,” pungkasnya.
(Qur'anul Hidayat)