Pada 1966 Hutan Wonosadi dhijaukan kembali oleh masyarakat Desa Beji, dipimpin tokoh masyarakat Sudiyo.
Kerjasama antara masyarakat dan pamong Desa akhirnya Hutan Wonosadi pulih kembali menjadi hutan lebat yang ditumbuhi bermacam-macam pohon. Sampai sekarang keamanan dan pelestariannya ditugaskan oleh Pemerintah Desa Beji kepada sekelompok Pemuda yang diketuai oleh Sudiyo.
Informasi yang dihimpun, usai terjadi pemberontakan PKI, Pamong Desa Beji diganti semua kecuali yang tidak menganut komunis.
Namun asa bagi masyarakat Beji karena Hutan Wonosadi sudah terlanjur rusak berat. Erosi tanah longsor, banjir kerikil, mata air mati terjadi. Pertanian masyarakat pun merosot total. Untuk memulihkan keadaan masyarakat, Hutan Wonosadi dan sekitarnya harus dipulihkan.
Kini hutan Wonosadi telah kembali lestari. Luas Hutan Wonosadi menjadi 23 hektare. Rinciannya, hutan inti seluas 18 hektare dan hutan penjaga 5 hektare. Berbagai tumbuh-tumbuhan ada di hutan ini. Kebanyakan tumbuhan langka berada di hutan inti.
Lurah Beji Ngawen, Sri Idayanti ketika dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui kebenaran cerita PKI pernah merusak hutan Wonosadi tersebut, termasuk juga narasi yang ada dalam buku di sekretariat Hutan Adat Wonosadi.
"Pas peristiwa G30S/PKI itu saya belum ada. Saya lahir 1977. Jadi kalau ditanya cerita itu termasuk semua pamong diganti karena tersangkut peristiwa tersebut, saya tidak tahu. Saya malah baru tahu sekarang ini," kata dia, mengutip pemberitaan Okezone, Kamis (14/9/2023).