JAKARTA - Peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965 (G30SPKI) bukan gerakan yang dilakukan secara mendadak. Namun, penuh dengan perhitungan matang para kader dan simpatisan PKI.
Menyadur dari berbagai macam sumber, sebelum terjadinya peristiwa di Lubang Buaya, pada 1965 PKI sebetulnya berhasil menjadi partai besar nomor 4 di Indonesia. PKI di bawah komando Dipa Nusantara Aidit (DN), sosok dalam Kabinet Dwikora sekaligus Ketua Central Committee (CC) PKI.
Presiden Soekarno mengenalkan “Demokrasi Terpimpin” sejak mengenalkan dekrit presiden 5 Juli 1959. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Soekarno dengan hangat dan menganggap bahwa Bung Besar mempunyai mandat untuk persekutuan konsepsi yaitu NASAKOM akronim dari Nasionalis, Agama dan Komunis.
Demokrasi Terpimpin merupakan demokrasi yang dipimpin oleh satu orang yaitu Presiden Soekarno. Di era Demokrasi Terpimpin, Indonesia melekat dengan figur Soekarno yang menampilkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Tanah Air.
Bahkan, Soekarno menjadi kekuatan penengah antara kelompok politik besar yang saling mencurigai. PKI pun mengusulkan adanya pembentukan angkatan ke-5 setelah TNI-AD, TNI-AU, TNI-AL, dan Polisi.
Usulan itu dilontarkan PKI pada Januari 1965. Hal ini semakin memperuncing hubungan PKI dan TNI-AD. Terkait usulan tersebut, TNI membayangkan bagaimana 21 juta petani dan buruh bersenjata, bebas dari pengawasan mereka.