JAKARTA – Duta Besar Rusia untuk Indonesia membantah tudingan bahwa Rusia menggunakan keamanan pangan sebagai “senjata” dengan menarik diri dari Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam pada Juli lalu.
Berdasarkan kesepakatan biji-bijian yang dinegosiasikan pada Juli 2022 dengan Rusia, Turki dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu, Ukraina dapat memastikan bahwa gandumnya dapat meninggalkan pelabuhan selatannya melalui Bosphorus untuk diekspor.
Namun, pada Juli 2023 Rusia menarik diri dari kesepakatan ini, menuding bahwa ada pelanggaran atas hal-hal yang disepakati dalam perjanjian tersebut. Rusia juga mengatakan tidak menjamin keamanan kapal-kapal di Laut Hitam yang mengarah ke Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenksy menuding Rusia menjadikan ketahanan pangan sebagai alat pemerasan dengan keluar dari perjanjian ini. Zelensky mengatakan ekspor biji-bijian Ukraina memberikan keamanan pangan bagi 400 juta orang, terutama di negara-negara Afrika dan Rusia tidak dapat diizinkan untuk menahan pasokan penting seperti itu.
Namun, Duta Besar Rusia Lyudmila Vorobieva membantah tudingan tersebut. Menurutnya, gandum-gandum Ukraina banyak yang masuk ke negara-negara Eropa alih-alih ke negara yang membutuhkan.
Hal ini, menurut Lyudmila, terlihat dari meningkatnya impor biji-bijian Uni Eropa lebih dari 100 persen pada 2022, tanpa adanya peningkatan serupa dalam jumlah ekspor.
“Ini berarti Uni Eropa membeli banyak biji-bijian untuk ditimbun dan mereka tidak terburu-buru untuk memberi atau menjual biji-bijian ini ke negara-negara yang benar-benar membutuhkan,” kata diplomat kelahiran Kyiv itu.
Lebih lanjut, Dubes Rusia mengatakan bahwa negara-negara Barat juga tidak memenuhi kewajibannya kepada Rusia sesuai yang disepakati dalam perjanjian biji-bijian. Ini termasuk tidak difasilitasinya ekspor biji-bijian Rusia ke negara-negara tertentu dan tidak dimasukkannya bank Rusia ke dalam sistem SWIFT yang dibutuhkan untuk transaksi antar negara.
“Kami memenuhi janji kami, sementara Barat tidak. Jadi mengapa kami ambil bagian dalam kesepakatan yang tidak berjalan bagi kami,” ujarnya.
Dubes Lyudmila menekankan kembali pernyataan dari Presiden Rusia bahwa negaranya siap untuk kembali ke perjanjian tersebut setelah Barat dan Ukraina menjalankan kewajiban mereka sesuai dengan kesepakatan tersebut.
(Rahman Asmardika)