JENDERAL Ahmad Yani menjadi salah satu korban kebiadaban G30S PKI yang tewas dan jasadnya dibuang ke Lubang Buaya. Ada kisah mengharukan dari ajudan sang jenderal, Mayor Subardi terkait peristiwa tersebut.
Mayor Subardi baru tahu kejadian tersebut setelah salah satu pembantu rumah kediaman Jenderal Yani di Jalan Lembang D58, Jakarta Pusat, mendatangi rumah kecil yang ditempati Mayor Subardi, dekat dengan kediaman sang jenderal.
Di pagi itu juga, Mayor Subardi bertemu Pangdam Jaya Mayjen TNI Umar Wirahadikusuma yang mendatangi rumah Jenderal Yani. Kemudian mengungsikan istri Yani dan anak-anaknya ke rumah kerabat, Jenderal Maryadi di Cipete, Jakarta Pusat.
BACA JUGA:
Dengan siap, Subardi mengusulkan kepada Mayjen Umar agar meminta pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) pimpinan Kolonel Sarwo Edhie, untuk menutup semua jalan protokol Jakarta.
Mereka berangkat ke kediaman Kolonel Sarwo Edhie di Cijantung. Perjalanan Subardi berikutnya mengarah ke Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) untuk melapor ke Mayjen Soeharto.
Usai menyampaikan laporan, Subardi kembali ke Jalan Lembang. Keluarga Jenderal Yani pun segera menanyakan kabar sang jenderal.
BACA JUGA:
“Kita tanya sama Om Bardi soal bapak di mana. Bilangnya, bapak ada di Istana sama Soekarno, luka bapak diobati,” ujar salah satu putri Jenderal Yani, Amelia A. Yani kepada Okezone.
Setelah menerima ada info di sekitar Bandara Halim Perdanakusuma, Subardi baru bergerak lagi melakukan pencarian. Sempat terjadi pengepungan dan kontak senjata antara Batalion 330 Kudjang Siliwangi dengan beberapa elemen Pasukan Diponegoro. Peristiwa itu segera dilaporkan Subardi ke Danyon RPKAD, Mayor C.I Santoso.
Keesokan harinya, tepatnya pada subuh, 3 Oktober, Subardi mendapat telefon dari Kolonel Ali Murtopo untuk segera datang ke Makostrad. Subardi dikabarkan Jenderal Yani telah meninggal dunia.
Subardi langsung bertemu dengan agen polisi Sukitman yang mengaku tahu soal tempat para jenderal dihabisi, di Lubang Buaya. Dengan usulan Sarwo Edhie, Subardi membawa Agen Polisi II Sukitman ke Cijantung untuk menjadi pemandu guna mencari jenazah para jenderal.
Dalam pencarian itu Subardi mendapat dukungan satu kompi RPKAD saat menuju Lubang Buaya. Mereka sempat bersua dengan Pasukan Gerak Tjepat TNI AU yang tengah mengemasi sejumlah tenda.
Kemudian, mereka minta diberi waktu untuk membereskan tenda untuk kemudian baru mempersilakan rombongan Subardi masuk Lubang Buaya. Tak lama setelah berada di lokasi, Subardi didatangi petinggi pasukan Tjakrabirawa, Kolonel Slamet dan beberapa dokter dari AURI. Namun, kedatangan mereka seolah dicuekin hingga akhirnya memilih undur diri.
Setelah lama mencari, Subardi dengan dipandu Sukitman pada saat magrib dan suasana turun hujan akhirnya menemukan sumur yang dijadikan tempat pembuangan jenazah para jenderal. Penggalian dibantu empat warga sekitar dan kemudian para anggota KKO, sekarang Marinir TNI AL.
Sekira pukul 02.00 WIB dini hari 4 Oktober, Subardi melapor pada Soeharto. Kemudian, Subardi diminta tak mengangkat jenazah itu sampai Soeharto tiba di lokasi. Hingga Soeharto akhirnya tiba pukul 14.00 WIB.
Keluarga Jenderal Ahmad Yani yang ada di pengungsian Cipete juga sudah dikabari Subardi mengenai penemuan jenazah sang jenderal.
“Om Bardi datang dengan keadaan penuh lumpur. Matanya merah. Dia bilang bapak sudah ditemukan. Dia masuk ke kamar ibu. Di situ Om Bardi mengabarkan sembari menangis,” ujar Amelia.
(Qur'anul Hidayat)