Dia mengatakan listrik mulai padam dan tekanan air tidak cukup untuk menjalankan mesin sterilisasi yang diperlukan untuk instrumen bedah.
“Yang paling penting kita kehabisan ruang. Rumah sakit yang memiliki kapasitas tempat tidur antara 550 dan 700 tempat tidur ini kini menampung 1.700 pasien di kasur di koridor, di lantai unit gawat darurat. Situasinya mengerikan, dan kita berada di ujung sistem yang perlahan-lahan mulai runtuh,” katanya.
Dokter bedah tersebut menjelaskan tentang perawatan seorang anak laki-laki berusia 16 tahun yang mengalami luka bakar di wajah, lengan, dan kakinya. Dia mengatakan anak laki-laki itu menceritakan kepadanya bagaimana dia makan malam bersama orang tuanya dan ayahnya, yang duduk di sebelahnya, terbunuh dan ibunya mati lemas dalam api yang menyebabkan luka bakar yang dia alami.
“Kami sekarang memiliki istilah di rumah sakit Shifa yang disebut 'anak yang terluka tanpa keluarga yang selamat' untuk merujuk pada lebih dari 50 anak yang berhasil keluar dari reruntuhan dan menderita luka-luka serta dirawat di rumah sakit,” lanjutnya.
“Untuk sistem yang memiliki total kapasitas tempat tidur sebanyak 2.500 tempat tidur sebelum perang dimulai, kita hanya menunggu listrik habis, bahan bakar habis, dan itu akan menjadi kematian bagi sistem kesehatan,” tambahnya.
(Susi Susanti)