JAKARTA - Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dinyatakan pada 17 Agustus 1945. Namun, tak serta merta membuat Belanda legowo.
Dengan membonceng sekutu, Belanda melalui NICA justru ingin berkuasa lagi dengan masuk ke wilayah Indonesia sebagaimana menukil laman kesbangpolkulonprogo.
Usai Agresi Militer Belanda II dilancarkan pada akhir 1948 menjadi titik terang perundingan Indonesia dan Belanda. Kecaman dan reaksi keras dunia dilontarkan kepada Belanda, termasuk ultimatum dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
PBB meminta Belanda dan Indonesia segera menghentikan konflik. PBB juga mendesak Belanda agar melepaskan para pemimpin atau orang-orang Indonesia yang ditahan.
Belanda masih enggan memenuhi tuntutan tersebut sehingga pembicaraan panjang terus dilakukan. Kemudian, terjadilah Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang dilakukan oleh angkatan perang Republik Indonesia.
Serangan massal selama 6 jam itu adalah bukti bahwa Indonesia masih eksis. Serangan Umum 1 Maret 1949 sontak menjadi pembicaraan di forum internasional dan memaksa Belanda agar bersedia duduk bersama dengan pihak Indonesia.
Hasil Perjanjian Roem-Roijen juga membuka jalan bagi Indonesia untuk menyelesaikan perselisihan dengan Belanda melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang akan dilaksanakan di Den Haag, Belanda.
Indonesia berharap perundingan yang akan dilanjutkan dengan KMB dapat menghasilkan kemenangan yang telah lama dicita-citakan sebagaimana dikutip dari buku Pernyataan Roem-Van Roijen (1995) karya Ide Anak Agung Gede Agung,
KMB dimulai pada 23 Agustus 1949 di Gedung Ridderzal, Den Haag. Pada 1 November 1949 dihasilkan kesepakatan yang berisi 3 poin, yaitu: Piagam penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia Peraturan dasar Uni Indonesia-Belanda Lampiran status Uni Indonesia-Belanda Tanggal 21 Desember 1949, Presiden Sukarno membentuk dua delegasi untuk menerima penyerahan kedaulatan dan satu delegasi menerima penggabungan RI ke Republik Indonesia Serikat (RIS).
Mohammad Hatta ditunjuk sebagai delegasi untuk menerima penyerahan kedaulatan di Belanda, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai delegasi menerima penyerahan kedaulatan di Jakarta, dan Dr. Abu Hanifah sebagai delegasi menerima penggabungan RI ke RIS. Akhirnya kedaulatan Indonesia diakui oleh Belanda pada 27 Desember 1949 di Istana, Dam, Amsterdam.
Dalam penyerahan kedaulatan ini dilakukan penandatangan 3 dokumen yang telah disepakati pada 1 November 1949. Dengan penandatanganan tersebut, maka secara resmi Indonesia telah diakui oleh Belanda sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh serta menjadi bagian dari tatanan dunia internasional.
(Arief Setyadi )