IRAN - Otoritas penjara Iran telah memblokir perawatan rumah sakit pemenang Penghargaan Nobel Perdamaian Narges Mohammadi yang dipenjara setelah dia menolak mengenakan jilbab.
Mohammadi, 51 tahun, ditolak dipindahkan dari penjara Evin karena penyakit jantungnya,.
“Sipir penjara [mengatakan] mengirimnya tanpa jilbab dilarang,” kata mereka dalam sebuah pernyataan, dikutip BBC.
Mohammadi diketahui dianugerahi penghargaan tersebut pada Oktober lalu atas perjuangannya melawan penindasan terhadap perempuan di Iran.
Keluarga memperingatkan bahwa hidup Mohammadi dalam bahaya. Belum ada komentar langsung dari pihak berwenang Iran.
Melalui akun Instagram-nya, keluarga tersebut mengatakan pada Senin (30/10/2023), tim medis datang ke bagian wanita Evin untuk memeriksa Mohammadi dan melakukan pemindaian ekokardiogram setelah penjara bahkan menolak memindahkan Narges ke rumah sakit tanpa jilbab.
Mereka mengatakan hasil pemindaian menunjukkan dua pembuluh darah mengalami penyumbatan parah dan tekanan paru-paru tinggi, sehingga angiogram koroner dan pemindaian paru-paru sangat diperlukan.
“Dia rela mempertaruhkan nyawanya dengan tidak mengenakan ‘jilbab paksa’, bahkan untuk perawatan medis,” kata keluarga tersebut.
“Dua hari dua malam, sekelompok perempuan di Evin melakukan protes di halaman penjara untuk mengirim Narges Mohammadi ke rumah sakit jantung,” lanjutnya.
“Sipir penjara mengumumkan bahwa, berdasarkan perintah otoritas yang lebih tinggi, dilarang mengirimnya ke rumah sakit jantung tanpa jilbab, dan pemindahannya dibatalkan,” ujarnya.
Menurut organisasi hak asasi Front Line Defenders, Mohammadi menjalani beberapa hukuman di penjara Evin di Teheran selama sekitar 12 tahun.
Hadiah Nobel yang diraihnya datang setelah protes selama berbulan-bulan di seluruh Iran yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini, 22 tahun, dalam tahanan pada September 2022, yang ditangkap karena diduga melanggar aturan berpakaian ketat bagi perempuan di republik Islam itu.
Mohammadi sejak itu mengumumkan bahwa dia tidak akan mengenakan jilbab dalam kondisi apa pun, yang telah menjadi kewajiban bagi perempuan di ruang publik sejak revolusi Islam Iran pada 1979.
Dalam pesan ucapan terima kasih atas hadiah tersebut, yang dibacakan oleh putrinya dan diposting di situs Nobel minggu ini, Mohammadi menggambarkan kewajiban berhijab sebagai alat kontrol dan penindasan yang dikenakan pada masyarakat.
Awal pekan ini, dia juga mengungkapkan kemarahannya atas apa yang dia gambarkan sebagai “pembunuhan” terhadap Armita Garawand, 17 tahun, yang menurut para aktivis meninggal setelah dipukuli oleh polisi moral Teheran karena tidak mengenakan jilbab. Pihak berwenang Iran menyangkal dia dipukuli.
(Susi Susanti)