KAMBOJA - Pemerintah Kamboja dituduh menggunakan ancaman langsung dan halus untuk mengusir ribuan keluarga yang tinggal di dekat Situs Warisan Dunia Unesco, Angkor Wat.
Laporan kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International menyimpulkan bahwa hukum internasional telah dilanggar.
Seorang juru bicara pemerintah mengatakan hal itu "tidak benar" dan menegaskan bahwa relokasi tersebut dilakukan secara sukarela.
Keluarga-keluarga dipindahkan ke komunitas baru yang berjarak 15 mil (25 km).
Pihak berwenang Kamboja menyatakan bahwa para penghuni liar mendirikan pemukiman informal yang merusak lingkungan.
Juru bicara pemerintah Pen Bona mengatakan relokasi 10.000 keluarga itu sejalan dengan aturan yang ditetapkan oleh badan warisan budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Unesco, yang melarang bangunan atau orang yang tinggal di situs tersebut.
Namun Unesco mengatakan pihaknya tidak pernah meminta, atau mendukung, atau menjadi pihak dalam program ini dan telah meminta pihak berwenang untuk mengambil langkah-langkah perbaikan dalam menanggapi laporan tersebut.
“Unesco sangat prihatin dengan program relokasi penduduk di Angkor,” kata badan PBB itu dalam sebuah pernyataan.
Amnesty International menuduh kelompok pengelola kompleks kuil, Otoritas Nasional Apsara, menggunakan Unesco untuk membenarkan relokasi tersebut.
“Kecuali ada penolakan serius dari Unesco, upaya konservasi mungkin akan semakin dimanfaatkan oleh negara-negara untuk mencapai tujuan mereka sendiri, dengan mengorbankan hak asasi manusia,” kata Montse Ferrer dari Amnesty.
Seorang warga mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pihak berwenang Kamboja mengatakan kepadanya secara eksplisit bahwa “Unesco ingin Anda pergi” atau status warisan dunia situs tersebut akan terancam.
Menurut panggilan pengadilan yang dilihat AFP, setidaknya tujuh penduduk desa yang tinggal di sekitar Angkor Wat telah digugat oleh Apsara, karena diduga menghasut dan menghalangi pekerjaan umum.
Kompleks candi menerima status Warisan Dunia Unesco pada tahun 1992 dan sejak itu menjadi objek wisata paling populer di Kamboja dengan dua juta pengunjung setiap tahunnya.
Hal ini pada gilirannya akan mendukung perekonomian mikro para pemilik kios, penjual makanan dan suvenir.
Terletak dekat Siem Reap di barat laut negara ini, situs ini dibangun oleh Raja Khmer Suryavarman II pada abad ke-12.
Kuil ini dianggap sebagai kuil kamar mayat dan menghadap ke barat untuk melambangkan terbenamnya matahari dan kematian.
Arkeolog Perancis Bernard Philippe Groslier menjulukinya sebagai "Kota Hidraulik" karena jaringan pengelolaan airnya yang kompleks.
(Susi Susanti)