Suasana yang sedikit tegang seketika mencair saat salah satu saudagar muda Aceh, M. Djoened Joesof menyatakan kesediaannya menyumbang dan disusul sejumlah saudagar lainnya.
Hingga akhir kunjungan Soekarno di Aceh pada 20 Juni 1948, total sumbangan yang untuk membeli pesawat terkumpul sekira 130 ribu dolar Malaya, disertai 20 kilogram emas.
Pengadaan pesawat itu pun dipercayakan pada perwira AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) sekarang TNI AU, Wiweko Soepono, untuk membeli pesawat Dakota DC-3 milik warga Amerika Serikat, JH Maupin di Hong Kong.
Soekarno pribadi yang menyematkan nama “Seulawah” di pesawat angkut kedua milik RI itu yang berarti “Gunung Emas”, tak lama setelah mendarat di Padang, Sumatera Barat.
Rekam jejak pertama Seulawah RI-001 digunakan untuk membuka jalur penerbangan Jawa-Sumatera dan pada November 1948. Pesawat digunakan Wakil Presiden Mohammad Hatta untuk keliling Sumatera dari Maguwo, Jambi, Payakumbuh, Kutaraja, kembali ke Payakumbuh dan mendarat lagi di Maguwo Padang.
Pesawat yang jadi cikal bakal berdirinya Indonesian Airways (kini Garuda Indonesia) itu juga digunakan para tokoh Aceh untuk menyebar pamphlet, serta pengangkutan kadet ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia, kini TNI AL) dari Payakumbuh ke Kutaraja dan pemotretan udara di atas Gunung Merapi.