CHINA - Para aktivis mengatakan hingga 600 pembelot Korea Utara (Korut), yang diyakini sebagian besar perempuan, belum terdengar kabarnya sejak mereka dideportasi dari China atau Tiongkok.
Pada Oktober lalu, Tiongkok melakukan repatriasi tahanan Korea Utara terbesar dalam beberapa tahun terakhir, setelah Pyongyang mengakhiri penguncian perbatasan akibat Covid-19.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) pada saat itu mengatakan hal ini membahayakan nyawa para tahanan.
Para pengacara mengatakan dicap sebagai pengkhianat, mereka dapat menghadapi penyiksaan, kekerasan seksual dan eksekusi di negara yang terisolasi tersebut.
Pada Kamis (7/12/2023), sebuah kelompok HAM yang berbasis di Seoul yang melacak para tahanan mengatakan mereka yakin sekitar 600 warga Korea Utara telah “menghilang” setelah dipulangkan secara paksa.
Mengingat bahwa komunikasi dalam rezim yang tertutup selalu sulit, para aktivis di Kelompok Kerja Keadilan Transisi mengatakan mereka tidak dapat menjalin kontak dengan tahanan yang kembali.
Seorang saudara perempuan salah satu pembelot yang kembali ke Inggris mengatakan kepada wartawan bahwa dia mengkhawatirkan nyawa saudara perempuannya.
“Satu-satunya kejahatan saudara perempuan saya adalah dilahirkan di Korea Utara. Yang saya inginkan hanyalah dia hidup dengan aman,” kata Kim Kyu, saudara perempuan Kim Cheol-ok, salah satu dari sedikit anggota kelompok repatriasi yang diketahui.