JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menyebut kasus pengungsi Rohingya merupakan masalah bagi negara-negara di Asia Tenggara. Sehingga sebagai negara tetangga dan sesama Muslim Indonesia, kata Gus Ulil berkewajiban untuk menolongnya.
Hal ini menanggapi gelombang pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Indonesia. Diketahui, Presiden Joko Widodo menduga adanya keterlibatan human trafficking atau upaya sistematis tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tentu menjadi tugas pemerintah untuk terus melakukan investigasi.
"Rohingya ini adalah masalah ASEAN. Menurut saya, kita punya kewajiban menolong sebagai negara tetangga. Kewajiban lain adalah menolong sesama Muslim karena Rohingya ini juga Muslim. Jadi, ada ada dua kewajiban yang harus kita kedepankan yakni mas’uliyatul jiwar dan mas’uliyatul insaniyah,"dikutip dalam laman resmi NU Online, Senin (11/12/2023).
Dia menilai bahwa sikap untuk mau menolong itu sangat penting untuk menjadi dasar pemerintah Indonesia mengatasi persoalan warga Rohingya yang sedang mengalami kesengsaraan akibat konflik di Myanmar.
"Membantunya seperti apa saya tidak tahu karena ada mekanisme-mekanisme hukum internasional dan United Nations. Saya tahu ada kerumitan dalam menangani masalah pengungsi, tapi bagi saya semestinya kemanusiaan ini menjadi dasar kita menolong. Adapun masalah lain bisa ditangani secara spesifikasi yang pertama adalah menolong," ucapnya.
Lantas menantu Mustasyar PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) itu kemudian mencontohkan sikap negara-negara Eropa pada 2015. Ketika mereka dihadapkan pada gelombang pengungsi yang cukup besar, terutama berasal dari daerah konflik seperti Suriah.
Kemudian, Kanselir Jerman Angela Merkel memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan menampung pengungsi yang telah di Eropa dan Jerman dan memberikan perlindungan secara maksimal.
"Ini perbandingan saja bahwa Angela Merkel menjadi contoh bagaimana sebaiknya sikap sebuah negara terhadap pengungsi dari negara lain. Meskipun fenemona tersebut mendapatkan respon berbeda di antara negara-negara kawasan Eropa," katanya.
Dengan demikian, Gus Ulil berharap agar organisasi-organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah turut mendorong pemerintah agar membantu pengungsi Rohingya dari sisi kemanusiaan. Misalnya, seperti di Eropa yang menyediakan gereja sebagai tempat penampungan bagi para pengungsi.
Dampaknya, para pengungsi ini mengalami naturalisasi secara perlahan. "Saya belum melihat itu di NU, juga di ormas lain. Perhatian ke masalah itu juga belum tampak. Kalau misalnya ormas-ormas keagamaan bersuara, pemerintah pasti akan akan insentif untuk bersikap dengan menggunakan kacamata kemanusiaan," tutur Ulil.
(Arief Setyadi )