NEW YORK - Joe Biden merupakan Presiden ke-46 Amerika Serikat (AS) yang hingga saat ini masih menjabat. Di negaranya, ia merupakan presiden yang tidak populer dan dianggao mudah dikalahkan oleh mantan presiden Donald Trump.
Joe Biden terpilih karena dia menjadikan dirinya tokoh transisi, jembatan menuju masa depan yang lebih mudah dan optimis. Perekonomian lebih baik dibandingkan masa jabatan pertama Obama, inflasi menurun, dan resesi yang ditakutkan belum terwujud.
Pada masa kepemimpinan Donald Trump dan Barack Obama ada penjelasan yang cukup sederhana. Bagi Obama, hal yang paling penting adalah tingkat pengangguran, yang mencapai 9,1% pada bulan September 2011 dan perjuangan keras terkait Obamacare.
Bagi Trump, fakta bahwa dia tidak pernah populer adalah hal yang membuat peringkat penerimaan yang buruk menjadi kegagalan alamiah kepresidenannya.
Mengutip dari New York Intelligencer, pendapat RealClearPolitics, 41% warga AS menyetujui kinerja Joe Biden secara keseluruhan, sementara 54,5% tidak setuju. Ketidaksetujuan bersihnya sebesar 13,5% berada pada level tertinggi sejak Agustus 2022.
Namun, rasio ini lebih buruk dalam survei yang melihat kinerja Joe Biden dalam hal inflasi, imigrasi, dan kriminalitas secara khusus (meskipun jumlah jajak pendapat yang melakukan jajak pendapat terperinci ini terbatas).
Rata-rata menunjukkan Joe Biden mendapat 31,3 persen persetujuan dan 64,3 persen penolakan terhadap inflasi, 32,5 persen persetujuan terhadap 62,3 persen penolakan terhadap imigrasi, dan tingkat persetujuan yang relatif tidak terlalu besar yaitu 38 persen terhadap 56 persen penolakan terhadap kejahatan.
Sebagai perbandingan, rasio rata-ratanya adalah 40,8 persen persetujuan berbanding 53,8 persen ketidaksetujuan terhadap kebijakan luar negeri, hampir sama dengan peringkat persetujuannya secara keseluruhan, dan 45,3 persen persetujuan berbanding 49,7 persen ketidaksetujuan terhadap penanganannya terhadap perang Rusia-Ukraina.