Profil Cyril Ramaphosa, Presiden Afsel yang Laporkan Israel Sebagai Penjahat Genosida di PBB

Maria Regina Sekar Arum, Jurnalis
Rabu 10 Januari 2024 18:58 WIB
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa. (Foto: Reuters)
Share :

JAKARTA Cyril Ramaphosa adalah aktivis, pengusaha, dan politisi Afrika Selatan yang banyak dipuji atas perannya pada 1990-an dalam negosiasi yang mengakhiri kebijakan apartheid, dan mengantarkan pada sebuah kebijakan baru.

Lahir pada 17 November 1952 di Johannesburg, Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa menghabiskan tahun-tahun awalnya di Western Native Township di provinsi Transvaal. Saat berada di University of The North, Ramaphosa bergabung dengan Organisasi Mahasiswa Afrika Selatan dan terlibat dalam aktivisme.

Melansir Britannica, Ramaphosa ditangkap pada 1974, setelah mengorganisir dan menghadiri rapat umum merayakan jatuhnya pemerintahan kolonial dan kemenangan pemberontak Frelimo di negara tetangga Mozambik.

Selama 11 bulan, Ramaphosa ditahan di sel isolasi. Setelah dibebaskan pada September 1975, Ramaphosa terus terlibat dalam aktivisme, menjadi aktif dalam Konvensi Rakyat Kulit Hitam.

Ramaphosa dipekerjakan sebagai penasihat hukum untuk Dewan Persatuan Afrika Selatan (CUSA). Ramaphosa diminta oleh CUSA untuk membantu mendirikan Serikat Pekerja Tambang Nasional (NUM) dan setelah dibentuk pada 1982, Ramaphosa menjadi sekretaris jenderal, posisi yang dipegangnya hingga 1991.

Saat bekerja di NUM, Ramaphosa membantu membentuk Kongres Serikat Buruh Afrika Selatan (COSATU), sebuah federasi serikat buruh pada 1985. Ramaphosa juga mengawasi pemogokan NUM 1987 yang pada saat itu merupakan pemogokan terbesar dan terlama dalam sejarah industri pertambangan Afrika Selatan.

Pemilu demokratis non-rasial diadakan pada 1994 dan menjadikan Nelson Mandela, seorang nasionalis kulit hitam menjadi presiden kulit hitam pertama di negara Afrika Selatan. Meskipun Ramaphosa memiliki posisi yang baik untuk dipilih sebagai wakil presiden Mandela, yang akhirnya jabatan tersebut jatuh ke tangan Thabo Mbeki.

Melansir Associated Press, Afrika Selatan telah mengajukan kasus di pengadilan tinggi PBB yang menuduh bahwa kampanye militer Israel di Gaza sama dengan genosida. Afrika Selatan menyatakan bahwa tindakan Israel bersifat genosida karena dimaksudkan untuk menghancurkan sebagian besar warga Palestina di Gaza.

Cyril Ramaphosa meminta pengadilan dunia untuk mengeluarkan serangkaian keputusan yang mengikat secara hukum. Mereka ingin pengadilan menyatakan bahwa Israel telah melanggar dan terus melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida dan memerintahkan Israel untuk menghentikan permusuhan di Gaza.

(Rahman Asmardika)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya