Penyerahan hasil padi telah diserahkan kepada sang prabu dan diterima oleh para pembesar yang ditugaskan. Sementara itu, Bondan Kejawan masuk Siti Inggil menuju tempat gamelan Sekar Dalima, hadiah dari Raja Campa.
Bondan Kejawan bermain gamelan Sekar Dalima, sedangkan gamelan Sekar Dalima adalah gamelan pusaka, tidak boleh dimainkan oleh sembarang orang. Hanya dimainkan di waktu-waktu tertentu saja. Dengan sendirinya bunyi gamelan itu membuat terkejut orang banyak.
Sang Prabu Brawijaya segera memberikan perintah untuk memeriksa siapa - siapa yang berani memainkan ganelan Sekar Dalima itu. Ketika Bondan Kejawab ditangkap dan ditanya siapa nama dan dari mana asalnya, ia mengaku bahwa ia adalah anak Ki Masahar, juru sawah. Bondan Kejawan dibawa menghadap ke sang prabu.
Dalam hati sang prabu gembira melihat putranya kembali dititipkan kepada Ki Masahar. Beliau tidak percaya bahwa Bondan Kejawan adalah anak kandung Mi Masahar. Bagaimana pun Bondan Kejawan konon adalah putranya sendiri yang pernah dititipkan dan disuruh dibunuh karena penafsiran ramalan dari nujum mengenai perpindahan Majapahit ke Mataram.
Oleh karena itu sang prabu tidak marah, bahkan malah memberi hadiah dua bilah keris bernama Mahisa Nuar dan Malela, serta berpesan kepada Ki Masahar supaya Bondan Kejawan dititipkan kepada Ki Ageng Tarub, pesan diindahkan.
Ki Masahar dan Bondan Kejawan segera berangkat ke Tarub. Sampai di Tarub, Bondan Kejawan diserahkan kepada Ki Ageng Tarub. Bondan Kejawan diterima baik dan kemudian diambil menantu oleh Ki Ageng, dikawinkan dengan cucu perempuannya Dyah Nawang Sih, keturunan bidadari Nawang Wulan.
Adapun Nawang Sih adalah keturunan langsung dari Ki Gede Kudus. Putra lelaki Ki Gede kena marah, karena berani membangkang terhadap perintah kawin sang ayah.
(Khafid Mardiyansyah)