JAKARTA - Ahli Psikologi Politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk mengungkap bahwa, sebanyak 29 persen pemilih memilih salah satu paslon dalam pilpres karena penggelontoran bantuan sosial (bansos).
Bahkan, di beberapa negara seperti di Nigeria, 92% pemilih memilih calon petahana karena penggelontoran bansos dalam bentuk uang tunai (BLT).
“Politisasi Bansos bersifat problematika karena bansos hanya bisa dikendalikan oleh orang yang punya otoritas, dalam hal ini petahana,” kata Hamdi saat memberi keterangan dalam kapasitas sebagai ahli pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Guru Besar Fakultas Psikologi UI itu menjelaskan, bahwa dalam konteks Pilpres 2024, tidak ada petahana yang maju, meski bansos digelontorkan dalam jumlah besar.
Kendati demikian, kata dia, ada kontestan yang maju setengah petahana, dalam hal ini putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka. Dia adalah calon wakil presiden (Cawapres) yang berpasangan dengan Capres Prabowo Subianto.
Jika pembagian bansos itu berhasil, ujarnya, maka kepuasan terhadap petahana (Jokowi) terkonversi kepada setengah petahana Gibran.
Hamdi mengatakan, penggelontoran bansos dari sisi politik menjadi masalah, karena menjadi tidak fair bagi paslon lain. Pasalnya, pihak yang memiliki otoritas atas mekanisme, besaran, kapan dan bagaimana didistribusikan adalah petahana.