Pada Kamis (4/4/2024), perwakilan dari NUG mengatakan kepada BBC Burma bahwa mereka telah merencanakan dan menyusun strategi dengan beberapa kelompok pertahanan untuk melakukan serangan pesawat tak berawak.
“Operasi drone yang disinkronkan dilakukan secara bersamaan terhadap Nay Pyi Taw yang menargetkan markas militer dan pangkalan udara Alar,” kata wakil sekretaris NUG Mg Mg Swe.
Militer melaporkan menembak jatuh empat drone di bandara ibu kota dan tiga drone yang dikatakan mendekati kota Zayarthiri. Para pejabat tidak menyebutkan drone lain yang dilaporkan oleh pihak oposisi.
NUG awal tahun ini mengatakan lebih dari 60% wilayah negara itu kini berada di bawah kendali pasukan perlawanan.
Sebelum serangan pada Kamis (4/4/2024), rezim tersebut terlihat mengalami kemunduran paling serius pada bulan Oktober lalu.
Aliansi pemberontak etnis menyerbu puluhan pos militer di sepanjang perbatasan dengan India dan Tiongkok. Junta juga telah kehilangan sebagian besar wilayahnya di sepanjang perbatasan Bangladesh dan India yang dikuasai pemberontak.
Pertempuran sengit telah mendorong junta untuk memberlakukan wajib militer. Pada Februari lalu, laki-laki berusia 18 hingga 35 tahun dan perempuan berusia 18 hingga 27 tahun akan dipaksa untuk mendaftar wajib militer.
Para pengamat mengatakan penegakan hukum menunjukkan berkurangnya cengkeraman junta di negara tersebut, dan tingginya jumlah korban dalam pertempuran. Ada juga laporan mengenai tingkat pembelotan yang tinggi.
Tatmadaw, sebutan militer, belum secara terbuka menyatakan jumlah kekuatan tempurnya dalam beberapa tahun terakhir.
Namun junta masih memiliki lebih banyak senjata dan senjata yang lebih canggih dibandingkan kelompok perlawanan. Oleh karena itu, kelompok oposisi beralih menggunakan drone komersial yang membawa bom untuk menargetkan wilayah militer.
(Susi Susanti)