Seharusnya, dilanjutkan Rifqi, pemerintah menjamin hak masyarakat mendapatkan akses pendidikan seluas-luasnya yang telah dijamin konstitusi. Namun, pemerintah justru membuat hak masyarakat menjadi terbatas karena mahalnya biaya kuliah akibat dari kenaikan UKT.
“Ketidakkonsistenan itu terlihat daripada kebijakan-kebijakan yang telah hadir. Sekarang, setelah terbitnya aturan dari Kemdikbud yang mana UKT dapat melonjak lebih tinggi,” katanya.
Ketua BEM Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Namsianto Wahid menegaskan, pemerintah secara tidak langsung telah membuat tingkat pendidikan masyarakat merosot. Terlebih, kenaikan UKT membuat masyarakat kecil tak bisa mengenyam pendidikan tinggi karena biaya kuliah yang tinggi.
“Tetapi dengan logika pemerintah yang sangat sempit, pemerintah malah mengeluarkan statement yang di luar logika kita juga, yaitu perguruan tinggi, berkuliah itu tidaklah wajib,” tegas Wahid.
Sebelumnya ramai diberitakan tentang mahasiswa yang mengeluhkan tingginya biaya UKT di PTN. Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sejumlah PTN itu pun mengadu ke DPR tentang hal tersebut.
Sementara itu, Komisi X DPR sudah menggelar rapat kerja bersama Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim beserta jajarannya terkait biaya UKT. Nadiem memastikan akan memeriksa PTN PTN yang disebut menerapkan biaya UKT tinggi.
Hal itu dilakukan Mendikbud sebelum melakukan revisi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 2 Tahun 2024 yang dianggap sebagai biang keladi kenaikan UKT.
(Khafid Mardiyansyah)