Tak Ada Kegembiraan, Warga Gaza Rayakan Idul Fitri dengan Muram

Susi Susanti, Jurnalis
Senin 17 Juni 2024 13:25 WIB
Tak ada kegembiraan, warga Gaza rayakan Idul Adha dengan muram (Foto: AP)
Share :

GAZA - Di tenda-tenda di tengah panas terik dan masjid-masjid yang dibom, warga Gaza pada Minggu (16/6/2024) memperingati dimulainya hari raya Idul Adha, tanpa keceriaan seperti biasanya ketika perang Israel-Hamas berkecamuk.

“Tidak ada kebahagiaan. Kami telah dirampok,” kata Malakiya Salman, seorang perempuan pengungsi berusia 57 tahun yang kini tinggal di sebuah tenda di Kota Khan Younis di Jalur Gaza selatan, dikutip Arab News.

Warga Gaza, seperti umat Islam di seluruh dunia, biasanya menyembelih domba untuk hari raya tersebut yang nama Arabnya berarti ‘hari raya kurban’ dan membagi dagingnya kepada yang membutuhkan.

Para orang tua juga akan memberi anak-anak mereka pakaian baru dan uang untuk perayaan tersebut.

Namun tahun ini, setelah lebih dari delapan bulan kampanye Israel yang menghancurkan yang telah meratakan sebagian besar wilayah Gaza, membuat sebagian besar dari 2,4 juta orang di wilayah yang terkepung itu mengungsi, dan berulang kali memicu peringatan akan kelaparan, Idul Fitri adalah hari yang penuh kesengsaraan bagi banyak orang.

“Saya berharap dunia memberikan tekanan kepada kami untuk mengakhiri perang karena kami benar-benar sekarat dan anak-anak kami hancur,” kata Salman.

Keluarganya mengungsi dari kota Rafah di bagian selatan, yang menjadi fokus pertempuran baru-baru ini yang dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.

Militer pada Minggu (16/6/2024) pagi mengumumkan jeda taktis aktivitas militer di sekitar rute kawasan Rafah untuk memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan warga Gaza.

Koresponden AFP mengatakan tidak ada laporan serangan atau penembakan sejak fajar, meskipun militer Israel menekankan tidak ada gencatan senjata di Jalur Gaza selatan.

Jeda singkat dalam pertempuran memungkinkan para jamaah mendapatkan momen tenang yang jarang terjadi saat liburan.

Banyak yang berkumpul untuk melaksanakan salat Idul Adha di halaman Masjid Omari yang bersejarah di Kota Gaza, yang rusak berat akibat pemboman Israel, dan meletakkan sajadah mereka yang sudah usang di samping gundukan puing.

Suara doa terdengar di beberapa jalan kota yang hancur dan ditinggalkan.

“Sejak pagi ini, kami tiba-tiba merasakan ketenangan tanpa adanya tembakan atau pemboman. Ini aneh,” kata Haitham Al-Ghura, 30 tahun, dari Kota Gaza.

Dia berharap jeda ini berarti gencatan senjata permanen sudah dekat, meskipun upaya mediasi gencatan senjata terhenti selama berbulan-bulan.

Di beberapa daerah di wilayah yang dilanda perang, terutama di Kota Gaza, anak-anak muda terlihat berjaga di toko-toko pinggir jalan yang menjual parfum, losion, dan barang-barang lainnya dengan latar belakang tumpukan puing-puing bangunan dan rumah yang hancur.

Banyak pedagang menggunakan payung untuk melindungi diri dari terik matahari saat mereka menjual barang-barang rumah tangga di jalan pasar utama Kota Gaza. Tapi pembelinya sedikit.

Makanan dan barang-barang lainnya bisa mencapai empat atau lima kali lipat dari harga biasanya, namun mereka yang berpegang teguh pada tradisi hari raya masih mampu membelinya.

Di Khan Younis, pengungsi Majdi Abdul Raouf menghabiskan 4.500 shekel (USD1.200), jumlah yang kecil bagi sebagian besar warga Gaza untuk membeli seekor domba yang akan dikurbankan.

“Saya bertekad untuk membelinya meski harganya mahal, untuk melakukan ritual ini dan memberikan kegembiraan dan kebahagiaan kepada anak-anak di kamp pengungsian,” kata pria berusia 60 tahun yang meninggalkan rumahnya di Rafah.

“Ada kesedihan, rasa sakit yang hebat, dan penderitaan, tapi saya bersikeras menjalani hari yang berbeda,” lanjutnya.

Perang Gaza yang paling mematikan terjadi setelah serangan Hamas pada 7 Oktober yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Serangan balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 37.337 orang di Gaza, sebagian besar adalah warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut.

Bagi banyak orang, penghentian pertempuran tidak akan pernah bisa mengembalikan apa yang telah hilang.

“Kami telah kehilangan banyak orang, banyak kerusakan yang terjadi,” ujar Umm Mohammed Al-Katri dari kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara.

“Idul Adha pada tahun ini benar-benar berbeda,” katanya, dimana banyak warga Gaza terpaksa menghabiskan liburan tanpa orang yang mereka cintai terbunuh atau terlantar selama perang.

Keluarga-keluarga yang berduka pada Minggu (16/6/2024) berbondong-bondong ke kuburan dan tempat pemakaman darurat lainnya, di mana papan kayu menandai kuburan tersebut.

“Saya merasa nyaman di sini,” kata Khalil Diab Essbiah di pemakaman tempat kedua anaknya dimakamkan.

“Bahkan dengan dengungan drone Israel yang terus menerus di atas kepala, para pengunjung di pemakaman dapat merasa lega dari genosida yang kita alami serta kematian dan kehancuran,” ungkapnya.

Hanaa Abu Jazar, 11, yang juga mengungsi dari Rafah ke kota tenda di Khan Yunis, mengatakan sangat sedih melihat pendudukan Israel membunuh anak-anak, wanita dan orang tua.

“Bagaimana kita bisa merayakan Idul Adha?,” tanya gadis itu.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya