LEBANON – Kekuatan militer mulai dari pasukan hingga peralatan militer menjadi hal yang banyak dipertanyakan soal kemungknan terjadinya perang antara Israel dengan Hizbullah di Lebanon.
Siapakah pihak yang paling kuat di antara keduanya? Omer Dostri, seorang spesialis penelitian di Institut Yerusalem untuk Strategi dan Keamanan,Eytan Center dan Forum Pertahanan dan Keamanan Israel membahas masa depan perang melawan Hizbullah dan tingkat kesiapan dari lini depan Israel dengan Maariv, surat kabar harian berbahasa Ibrani yang diterbitkan di Israel.
Dia mengataka jika perang habis-habisan dengan Hizbullah dapat menyebabkan kerusakan parah di lini depan Israel. Hal ini disebabkan Hizbullah mempunyai lebih dari 150.000 rudal dan roket, ribuan rudal jarak jauh, ratusan rudal presisi, persenjataan besar rudal anti-tank, armada UAV dan drone, kemampuan cyber yang baik, dan banyak lagi.
Ancaman terbesar terhadap wilayah dalam negeri terkait kemungkinan invasi oleh pasukan khusus Hizbullah tampaknya dapat dicegah pada Oktober mendatang dengan pengerahan pasukan IDF yang cepat dan efisien di sepanjang perbatasan.
“Skenario ini melibatkan peluncuran ribuan rudal per hari di seluruh wilayah negara, dengan kemungkinan yang masuk akal mengenai infrastruktur penting seperti pasokan listrik dan air,” terangnya.
“Pada saat yang sama, jika Israel memulai serangan, yang mungkin akan terjadi, dan tidak menundanya lebih lanjut, kemungkinan besar Israel akan melakukan serangan pendahuluan terhadap gudang senjata Hizbullah, yang akan mengurangi jangkauan dan presisi Hizbullah,” lanjutnya.
Selain itu, dalam perang dengan Hizbullah, Israel akan menggunakan senjata yang sangat besar, jauh lebih banyak daripada senjata yang digunakan di Gaza, yang mengakibatkan kerusakan pada infrastruktur nasional yang penting di Lebanon dan kehancuran seluruh lingkungan di kota-kota Lebanon, yang juga akan mengakibatkan kehancuran bagi Hizbullah untuk beroperasi melawan front dalam negeri Israel.
“Pemerintah Israel dan IDF, melalui Komando Front Dalam Negeri, harus mulai mempersiapkan front dalam negeri Israel menghadapi kenyataan perang dengan Hizbullah. Ada pembicaraan tentang kemungkinan memulai kampanye iklan publik mengenai masalah ini, namun hal ini belum terjadi. Israel harus siap menghadapi skenario seperti itu, yang kemungkinan besar akan terjadi,” ungkapnya.
“Bagaimanapun, ada keyakinan akan perlunya perang dengan Hizbullah, dan masyarakat Israel sadar akan gawatnya situasi ini, terutama setelah tanggal 7 Oktober. Semangat Israel tidak hanya tidak melemah, namun juga semakin menguat sebagai bukti bahwa bangsa ini memiliki kesediaan agar Israel berkorban untuk membela diri dan warga Israel,” ujarnya.
“Ketahanan nasional ini telah menghasilkan bantuan ke garis depan, dukungan luas kepada tentara, dan semangat kekuatan dan cinta yang berarti rakyat akan membiarkan pemerintah terus berkuasa hingga Hamas kalah. Terkait dengan Korea Utara, kami mendengar dan melihat para pemimpin pemerintah dan warga yang tidak siap menghadapi situasi kembali normal kecuali situasi dengan Hizbullah terselesaikan,” tambahnya.
“Hal ini mengajarkan kita tentang kesediaan Israel untuk mengalahkan Hizbullah. Dan untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas jangka panjang di kawasan, bahkan jika hal itu menimbulkan kerentanan sementara di dalam negeri,” pungkasnya.
(Susi Susanti)