"Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia kemungkinan terjadi salah satunya karena kurangnya pengawasan. Maka kami mendorong kepada pemerintah untuk lebih detail dalam melakukan pengawasan dan memberi sanksi bagi daycare yang tidak ada izin," papar Didik.
Komisi III DPR yang membidangi urusan penegakan hukum pun mendorong kementerian terkait untuk menggandeng pihak kepolisian dalam mengawasi layanan daycare. Didik juga mendorong ada kerja sama antara Pemerintah dengan KPAI dalam hal ini.
“Pengawasan terhadap layanan daycare masih sangat minim. Dengan sinergi banyak pihak, kita berharap kasus-kasus kekerasan terhadap anak dapat diminimalisir,” tukasnya.
Didik juga menekankan pentingnya Pemerintah menggencarkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang daftar daycare yang memiliki izin di Indonesia. Jika jumlahnya masih kurang, segera buat regulasi serta SOP agar daycare yang tidak terdaftar bisa masuk dalam pengawasan.
"Kami berharap ke depannya pemerintah bisa membuat kajian juga SOP untuk mengukur kelayakan daycare yang ada. Apakah sudah masuk standar nasional yang ada atau belum," kata Didik.
Di sisi lain, Didik meminta penegak hukum memastikan pengusutan kasus penganiayaan anak di daycare Depok dan Pekanbaru dilakukan secara transparan. Apalagi, pihak korban dan saksi kunci kasus penganiayaan pemilik daycare di Depok juga mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Salah satu alasan pihak korban dan saksi mengajukam perlindungan ke LPSK adalah agar tidak ada intervensi dari pihak mana pun yang berupaya untuk menghambat proses pidana dalam kasus ini. Pelaku diketahui merupakan seorang influencer.
“Penegak hukum harus memastikan proses hukum dilakukan dengan mengedepankan integritas dan transparansi. Penegakan hukum juga harus menciptakan keadilan publik karena kasus ini telah menjadi perhatian masyarakat luas,” tutup Didik.
(Qur'anul Hidayat)